JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan(PPP ), M Romahurmuziy, mengatakan pihaknya siap untuk merangkul kembali Islam modernis selain Islam tradisionalis.
"Kita akan melakukan itu, Islam modernis akan kita rangkul secara perlahan-lahan," katanya seusai diskusi review politik 2010 Charta Politika di Jakarta, Senin.
Romahurmuziy menjelaskan pendekatan terhadap beberapa partai dari kalangan Islam modernis telah dilakukan. "Dengan PBB kita berkomunikasi. Begitu pula dengan partai-partai berbasis Islam lainnya," katanya. Ia menambahkan, pendekatan lebih jauh terhadap partai-partai politik berbasis Islam membutuhkan waktu.
Menurut dia, pihaknya siap untuk mengakomodasi kepentingan politik partai-partai Islam yang bergabung kembali dengan PPP dan akan ditampung dalam kepengurusan pada periode mendatang.
"Bergabungnya mereka dalam kepengurusan sebagai akomodasi partai politik," katanya.
Sementara itu, PPP terus aktif mengorganisasikan dan merekrut kembali para kiai terutama dari kalangan Islam tradisional, NU. Menurut Romahurmuzy, kalangan kiai merupakan sumber daya PPP sejak partai Islam itu berdiri dan menjadi satu-satunya partai Islam pada saat Orde Baru. Namun ketika reformasi, tumbuhnya partai-partai Islam membuat para kiai terpencar-pencar ke dalam berbagai partai politik. "Kini kita ingin mengembalikan kembali PPP sebagai partainya umat Islam sejati," katanya.
Belum lama ini, PPP berhasil merangkul kembali 31 kiai yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Pengasuh Pondok Pesantren se-Jawa Timur, mengikrarkan diri mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) guna persiapan pemilihan Presiden 2014.
Dukungan para kiai berbasis NU tersebut sebagai bentuk kekecewaan terhadap PKB dan PKNU, partai yang didirikan oleh warga NU pada era reformasi. "Alasannya ya karena (PKNU dan PKB) itu tidak cocok dengan angan-angan para kiai saja. Makanya paling cocok insyaallah ya di PPP ini," kata pengasuh Pesantren Ploso, Kediri, KH Zainuddin Djazuli, dalam silaturahim di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Sabtu (25/12). (Republika, 27 Desember 2010)