Ketua
Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ismail Hasan Metareum 66 tahun
ini, kerap dijuluki politisi kalem dan selalu bikin sejuk. Bicaranya yang pelan
jauh dari kesan pemimpin partai yang biasanya penuh semangat dan berapi-api
bila berpidato di depan massanya.
Tetapi
jangan salah dulu, politisi kawakan asal Sigli, Aceh ini bisa juga bersuara
lantang. Pada Harlah PPP ke -24, 5 Januari 1996, di Kemayoran Jakarta, buya
Ismail yang mantan Ketua HMI (1957-1960) ini, ternyata berani menusuk pelbagai
masalah serius yang dihadapi bangsa, mulai soal moralitas bangsa yang menurun,
sampai korupsi, dan kolusi yang naudzubilah.
Ketua
partai berlogo bintang ini bikin kejutan baru dengan menyebut partainya sebagai
warisan ulama. Pula, ia rajin sowan dengan sesepuh dan pendiri PPP, KH Idham
Chalid. Masihkah PPP mengandalkan tema Islam? Berikut wawancara Edy
Budiyarso dari TEMPO Interaktif
dengan dengan buya Ismail, yang berlangsung di kediamannya, di kompleks Perumahan
Pejabat Tinggi, Widya Chandra, Jakarta, Kamis 9 Januari 1996 lalu. Berikut
petikannya.
PPP
menyatakan sebagai partai warisan ulama. Mengapa masih pakai Islam sebagai
jualan?
Kami
kembali kepada sejarah, partai ini memang dibentuk ulama sehingga tidak ada
label-label Islam. Kami hanya meneruskan wasiat-wasiat para ulama, jadi jangan
heran. Umpamanya ammar ma'ruf nahi mungkar merupakan prinsip dari Partai
Persatuan. Di dalam program perjuangan partai itu ada enam prinsip, dan di situ
diyakini bahwa dengan prinsip itu akan bisa dilaksanakan sebagai prinsip.
Umpamanya prinsip ibadah. Kami berpartai dengan tujuan beribadah, kemudian
dalam pelaksanaan tugasnya kami memakai prinsip ammar ma'ruf nahi mungkar,
dengan pandangan itu, maka tidak perlu kami bersikap sebagai partai oposisi.
Ini
perlu saya jelaskan karena ada kawan-kawan kami para pakar yang meminta supaya
PPP dan PDI menjadi partai oposisi. Kami jelas tidak bisa menjadi oposisi.
Tetapi kami tetap mengawasi pekerjaan pemerintah, dalam rangka ammar ma'ruf
nahi mungkar seperti dijelaskan dalam Al Qur'an, itu. Jadi kami tidak
menjual Islam, tetapi menyampaikan ajaran yang dipesan oleh para ulama.
Jika
ingin ber-ammar ma'ruf nahi mungkar, tentunya PPP sering berseberangan dengan
pemerintah?
Belum
tentu, pemerintah baik kami puji. Memuji itukan tidak berseberangan, kalau
dilakukan baik kami syukuri. Itu berarti tidak berseberangan.
Bukankah
Anda pernah bilang bahwa PPP terbuka, bahkan untuk golongan non muslim?
Kami
dapat menerima golongan non muslim, tetapi kalau tidak ada yang mau masuk
bagaimana? Kami partai terbuka memang benar, tetapi dalam asasnya ada lagi yang
merupakan ketertutupan. Ada dulu seperti yang dulu saya pernah ceritakan di
Timor Timur, ketika Badru Saman memimpin DPP di sana untuk menghadapi
Konferensi Wilayah, datang seseorang kepadanya meminta untuk menjadi ketua
wilyah di Tim-Tim. Kemudian kami tanya, Anda sudah berapa lama menjadi anggota.
Ternyata belum pernah menjadi anggota. Nah, yang benar dong belum
menjadi anggota kok mau menjadi ketua. Ternyata ketika kami pelajari dia
seorang Katolik, dan ternyata waktu diumumkan daftar calon orsospol daerah
pemilihan di Timor-Timor, dia berada dalam nomor urutan ketiga daftar PDI, ini
kan tidak benar.
PDI
dalam kampaye nanti akan bicara soal demokrasi, Golkar akan membicarakan
program pembangunan, lalu apa nanti "jualan" PPP?
Bukan
hanya satu satu bidang, berbagai bidang kami bisa bicara. Misalnya, bagaimana
pembangunan ini dilaksanakan dan apa motifasinya. Itu yang akan kami bicarakan.
Jadi bukan melulu pembangunan, tetapi pembangunan yang bagaimana. Biasanya
kalau kampanye orsospol lain, itu dengan cara memanggil anak kecil. Lalu
ditanya kamu sudah makan belum? Kamu sudah sekolah belum? Biasa seperti itu,
dialogis begitu. Bagi kami tidak perlu bicara seperti itu, kami bicara arah
pembangunan Idonesia. Bahwa pembangunan itu perlu arah sebagai landasan
sehingga tidak terjadi adanya penyelewengan. Seperti masalah kolusi dan
korupsi, itu masalah iman dan takwa yang seharusnya menjadi arah. Jadi tidak
perlu kami bicara demokrasi saja. Kami akan bicara banyak bidang. Baik
demokrasi di bidang politik,mau pun pemerataan di bidang ekonomi.
Jadi
PPP punya agenda khusus untuk kampaye nanti?
Tidak
perlu khusus, kami akan bicara seluruhnya. Umpamanya pemerataan itu tidak
khusus toh, demokrasi itu tidak khusus. Jujur dan adil itu tidak khusus,
itu supaya pemerintahan ini dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah
disepakati bersama. Jadi tidak ada yang khusus. Kecuali dikhususkan dalam satu
pidato, mengenai satu hal, di tempat lain kami bicara soal lain itu kami bisa.
Yang
akan ditekankan dalam kampye nanti?
Banyak,
seperti aspek moralitas bangsa, masalah pendidikan, masalah demokrasi, itu kami
bicarakan. Waktu ulang tahun saja ada sepuluh masalah bangsa yang harus kita
pikirkan, dalam menghadapi globalisasi.
Beberapa
waktu lalu Anda Sowan ke Idham Chalid, mengapa tidak ke Gus Dur?
Kalau
Idham Chalid itu pendiri partai sedangkan Gus Dur bukan, maka kami datang
kepada pendiri, tidak ke tempat lain. Karena kami tidak melupakan sejarah.
Anda
mengatakan pernah mau datang kepada Gus Dur?
Tidak,
itu karena ada wartawan yang bertanya kenapa saya tidak datang ke Gus Dur. Saya
Ini kan sering dijebak oleh wartawan, apakah itu dengan maksud baik atau tidak
saya tidak tahu. Toh Gus Dur mengatakan. Ini saya baca dikoran,
"Saya tidak mau ketemu dengan Ismail Hasan Matereum, karena dia melecehkan
saya".
Jadi
tadinya mau bertemu, kenapa Anda tidak membuat surat untuk bertemu dengan Gus
Dur?
Tidak
perlu surat, sebab dia kan dekat di Jakarta. Ke Amien Rais saja saya tidak
butuh surat. Saya pergi ke Yogya dalam rangka kunjungan ke daerah, kemudian
sampai sana dipersiapkan oleh Ketua DPW Yogyakarta untuk bertemu dengan Amien
Rais. Memang dia seorang pakar, kami bertemu meminta pertimbangannya, kan
bagus. Lantas setelah saya kembali ke Jakarta, saya ditanya oleh wartawan
kenapa tidak ke Gus Dur.
Apa
sih konflik Anda dengan Gus Dur?
Tidak
ada, saya tidak tahu kenapa dia sampai salah paham. Saya tidak pernah
mengkritik Gus Dur, dan tidak perlu. Meski dia menghantam saya sebelum Muktamar
PPP, toh saya tidak menghantam dia. Gus Dur mengatakan saat itu, kalau
Ismail Hasan masih memimpin PPP, maka semua warga NU akan memilih PDI. Saya
bilang itu Ketua Forum Demokrasi, kenapa bicara tidak demokratis. Itukan
menghantam saya, tetapi saya tidak emosional menanggapinya.
Tampaknya
massa NU masih penting untuk Anda?
Orang
NU banyak di PPP. Dan massa NU sudah memimpin ketua-ketua cabang PPP. Seperti
di Jawa Tengah, Jawa Timur, PPP dipimpin oleh orang NU. Kami kan bukan lagi
federasi sehingga kami harus memperhatikan partai dan warga partai. Jadi kalau
saudara sebut massa NU saya menolak. Yang kami pentingkan adalah warga partai.
Yang saya datang kepada mereka, itu atas permintaan warga partai.
Seberapa
besar warga NU yang ada di PPP?
Saya
tidak hitung itu. Tapi daerah yang banyak NU saya pilih ketua cabang dari NU,
itu oke di mana banyak warga NU. Kami melihat bagaimana kenyataannya,
melihat aspirasi di bawah. Misalnya di Jawa Tengah ada Karmani yang kebetulan
orang NU, dan cabang-cabang menghendaki Karmani sebagai ketua wilayah, kami oke.
Kenapa
Anda tidak memasukan sejumlah Kyai kondang dalam daftar calon Anda?
Kyai
kondang dari NU itu siapa? Zainudin MZ? Dia mau kemana-mana dan tidak
dimana-mana. Jadi bagaimana saya mengklaim dia sebagai orang PPP, sebab kalau
saya masukan dalam daftar calon PPP, berarti dia orang saya. Dia sudah
menempatkan di situ ya harus dihargai. Kalau Kyai Alawy Muhammad (Kyai Madura,
red) beliau tidak mau. Sudah sejak tahun 1982, saya menawarkan untuk menjadi
anggota MPR, anaknya pun tidak beliau ijinkan menjadi calon PPP, tetapi beliau
membantu PPP mati-matian. Masih ada juga Kyai yang mau, seperti Kiai Hasyim
Latief di Jawa Timur yang bekas Syuria'ah NU itu masuk daftar calon nomor satu.
Kiai Maemun Zubair nomor satu juga di Jawa Tengah. Yang lain kyai-kyai kecil.
Sebagian
massa PDI Megawati akan keluar dari PDI, apakah PPP punya strategi khusus untuk
merangkul mereka yang terpinggirkan ini?
Nggak perlu kami merangkul-rangkul dan tidak
perlu khusus-khusus. Kalau merangkul pribadi orang mungkin bisa, tetapi kalau
merangkul rombongan orang jadi repot yang merangkulnya. Kami tidak tahu
bagaimana cara merangkul.
Rhoma
Irama ke Gokar yang ramai-ramai menarik figur publik. Lalu siapa yang
diandalkan PPP untuk menarik massa?
Rhoma
Irama sudah janji dulu tahun 1984, dia janji tidak akan kembali dengan kami.
Yang saya dengar dia berjanji kepada seorang pejabat untuk tidak lagi
berkampaye untuk PPP. Lantas kami hargai pandangan dan sikap itu. Makanya tidak
memaksa-maksa dan menarik-narik. Emha Ainun Nadjib tidak mau dicalonkan, tetapi
dia berjanji akan menarik orang untuk membatu PPP. Kalau artis tidak ada yang
mau membantu secara permanen, Bimbo kemarin datang pada pertemuan PPP, tetapi
belum tentu lebih dari itu. Kami akan merasa senang kalau mereka mau dan tetap.
Sebagian teman-teman sudah mengusahakan para artis dan jawaban rata-rata mereka
takut. Mereka khawatir, dan lebih suka memilih independen dari pada menjadi
aktifis partai.
Dalam
Pemilu lalu, PPP pagi-pagi sudah mencalonkan kembali Haji Muhammad Soeharto
sebagai presiden RI, bahkan Anda mendahului Golkar sebagai yang punya Pak
Harto, apakah sekarang akan mencalonkan lagi Pak Harto?
Belum
kami bicarakan. Kami baru bicara bisik-bisik. Kalau dulu soal Pak Harto sudah
diusulkan oleh Kyai As'ad dari Jawa Timur dan kami tidak keberatan dengan usul
Kyai As'ad. Matori saat itu melihat saya sepertinya tidak akan menolak, lantas
dia mengatakan. Bagaimana Buya, kalau saya yang mengusulkan. Jawab saya, boleh
saja, tetapi bicarakan dulu dengan teman-teman dan melalui rapat DPP. Tetapi
ditunggu-tunggu tidak muncul dalam rapat DPP, tapi Matori langsung mengumumkannya.
Apakah
Anda setuju kalau misalnya Korpri tidak usah ikut Pemilu dan mendapat jatah
kursi di DPR?
Daripada
menyeleweng lebih baik tidak usah ikut pemilu. Dengan adanya beban politik
kepada mereka, sulit mereka untuk mengoreksi apabila salah. Jadi lebih baik
diangkat.
Kabinet
1998 nanti Anda menyarankan tak harus melulu dari Golkar, apa ada departemen
yang siap di isi PPP?
Kami
siap. Dan berulang kali saya katakan kepada wartawan kami siap. Tetapi itu
seperti menjadi mimpi di siang bolong. Kami tidak keberatan kalau dimasukan
dalam kabinet seperti tahun-tahun sebelum orde baru, pemilu pertama. Kami tidak
meminta, karena itu hak proreogatif presiden. Kalau diberi terima kasih. Yang
siap ada orangnya, di departemen agama banyak, departemen pertanian juga ada,
kehakiman ada. Tetapi kalau saya sebut, itu mimpi siang bolong juga.
Berapa
banyak caleg PPP yang kena jaring litsus?
Itu
yang saya heran, kami paling anti komunis, di mana saja dan kapan saja
pandangan kami tetap. Mengapa litsus yang untuk menjaring orang komunis kok
kena kepada kami. Ternyata malas, disampaikan ke LPU setelah waktunya habis,
sesudah ditandatangani daftar calon, itu kan malas namanya. Petugas litsus itu
malas. Mereka baru menyampaikan hasilnya sesudah tidak laku. Sudah dilitsus,
tetapi dihambat tidak diserahkan ke LPU. Konsensus bersama untuk diserahkan
tetapi itu tidak dilaksanakan.
Kenapa
PPP tidak menggugat?
Kemana
kami harus menggugat. Inikan sudah selesai tetapi belum disampaikan. Tapi
itulah kenyataanya, saya sendiri juga heran. Karena mereka malas, sudah tidak
laku, baru disampaikan. Karena nama-nama itu tidak ada SKTT (Surat Keterangan
Tidak Terlibat) kalau tidak ada SKTT nama itu dicoret. Baru beberapa hari
kemudian disampaikan hasil litsus apa gunanya. Mereka yang menahan-tahan itu
sudah saya teriakin waktu orientasi jurkam. Buat apa ditahan-tahan, kami
protes tetapi tidak ada gunanya. Kami yang akhirnya rugi, karena nama-nama yang
tidak ada SKTT-nya dicoret oleh LPU. Padahal persyaratan mereka sudah lengkap.
Dan itu hampir di seluruh Indonesia. Dan di pusat itu yang tidak berhasil.
Kalau mau menjegal PPP tidak seharusnya dengan cara itu, itu terlalu kasar.
Keppres
kampanye yang baru mengharuskan kampanye dialogis, apakah PPP siap?
Kami
sudah siap, bahkan kami mengusilkan untuk ketiga OPP. Kami ajak kampaye
dialogis di televisi tetapi tidak setuju. Dialogis betul tetapi masing-masing
OPP dengan orang yang hadir saat kampaye.
Yang
kami heran, kampaye dialogis itu harus disampaikan naskahnya kepada LPPI. Kalau
dialog kan berkembang, kok mesti menyerahkan makalah itu yang membuat
saya tidak mengerti. Sama halnya dengan kampaye yang dibagi dalam enam kawasan:
Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Itu
apa gunanya? Saya heran. Itu bagi kami merepotkan koordinasi dan transportasi.
Mengapa
PPP tidak memprotes Golkar yang kampaye duluan?
Kami
protes terus tetapi apa ada gunanya protes kalau tidak didengar. Golkar kan sudah
selesai kampanyenya.
Apa
kiat-kiat PPP untuk mengatasi kecurangan Pemilu 1997?
Kami
tidak tahu, dan baru kami bicarakan. Tetapi saya sekarang belum bisa bicara
karena belum tuntas dibicarakan.
Anda
akan bekerjasama dengan KIPP misalnya?
Tidak
perlu bekerjasama, kami bekerja dan mereka bekerja. Tetapi apakah KIPP masih
ada? Sekarang kok tidak kedengaran lagi.
Bagaimana
target perolehan suara pada pemilu nanti?
Saya
belum bicara target. Karena dengan adanya sistem kampanye yang seperti ini kami
juga menjadi ragu. KanGolkar bilang bisa menang seratus persen. Kalau
sudah begitu susah dong. Kami targetkan seperti Pemilu 1982, 94 kursi.
Karena kami melihat situasi dan kondisi partai seperti pada tahun 1982. Pada
tahun 1987 ketika ada penggembosan partai oleh Naro sehingga dan turun 33 kursi
menjadi 61 kursi.
Menurut
Anda, apakah 1998 nanti seyogianya terjadi suksesi mengingat usia Pak Harto?
Kami
tidak bicara soal umur. Karena sistemnya masih bisa dipilih kembali.
Lalu
siapa saja yang pantas menjadi Presiden RI dari kacamata Anda, apakah Try Sutrisno,
Habibie, Harmoko, Moerdiono atau orang seperti Emil Salim?
Yang
pantas itu banyak. Tetapi yang disetujui itu siapa. Kalau kami belum memilih.
Lantas
Anda mau mencalonkan?
Kalau
tidak ada yang lain, tetapi ini banyak orang. Tetapi kami belum bicarakan
nanti, pasti nanti akan saya sampaikan. Kami akan bicarakan dulu kriterianya
baru mengajukan calon tetapi kami belum memilih.
Calon
Wakil Presiden apakah Anda mengusulkan sipil atau militer?
Saya
tidak pernah membedakan antara sipil dan militer. Sebab kalau sudah menjadi
wapres semuanya akan menjadi sipil, tidak memakai dinas lagi.
Anda
melihat wapres 1998 ini akan menjadi presiden kalau kelak Pak Harto terpilih
lagi?
Dulu
juga sama. Siapa yang bisa menjamin kalau Pak Harto akan tetap. Dulu juga sama
saja. Kalau dikatakan sudah tua beliau sudah tua.
Anda
mengatakan di Harlah PPP ke-24 bahwa keadaan masyarakat sudah emosional, mudah
meledak apa buktinya?
Seperti
di Tasikmalaya. Soalnya hanya kecil bahwa seorang Kyai di pukul sampai babak
belur. Karena itu pejabat-pejabat harus menghilangkan arogansi kekuasaan, harus
hati-hati harus waspada. Mengapa karena anaknya yang diberi sangsi karena
mencuri kemudian yang menghukum dipukul, itu yang menyebabkan masyarakat marah.
Kalau sudah emosional maka sangat susah dikendalikan.
Anda
menyebut-nyebut depolitisasi rakyat, apa maksudnya?
Itu
sudah lama. Seperti depolitisasi kampus, sehingga tidak ada lagi pemimpin yang
datang dari kampus, kalau dulu cukup banyak. Seperti Akbar Tanjung, Cosmas
Batubara itu pemimpin yang berasal dari kampus.
Apakah
Anda protes PPP tidak punya cabang di kabupaten, kecamatan dan desa?
Kalau
kabupaten semuanya sudah ada. Kalau kecamatan dan desa tidak ada karena
sistemnya begitu. Kalau Golkar punya camat dan punya lurah sehingga di situlah
salahnya.
Sumber: Tempo, 9
Januari 1996