PENGUMUMAN: Dibuka pendaftaran bakal calon anggota DPRD Kabupaten Tegal, mulai 1 Januari s/d 28 Februari 2013. Info: Hubungi DPC PPP Kabupaten Tegal, telp.(0283)3275717 | Eko Mahendra Ridho

Follow Us

HEADLINE NEWS

DPC PPP Kabupaten Tegal ©2008-2012 All Right Reserved. Diberdayakan oleh Blogger.
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Tampilkan postingan dengan label WAWANCARA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WAWANCARA. Tampilkan semua postingan

Tommy: PPP Ada untuk Membela Kepentingan Ummat

05 Agustus 2012


Di abad modern ini, olahraga bukan hanya sekadar game, sportainment atau prestasi semata, tapi juga sudah merambah ke dunia politik. Kemelut berkepanjangan yang melanda PSSI disinyalir karena sarat dengan kepentingan politik yang bermain dibelakang layar. Karena pengaruhnya yang besar itu, maka banyak olahragawan yang mencoba peruntungannya di dunia politik dan para politisipun tidak mau kalah memanfaatkan olahraga untuk memperkuat posisinya.

Sekadar menyebut contoh, Utut Adianto ( Grand Master catur) adalah contoh sukses olahragawan yang menjadi politisi, demikian pula dengan Manny Paqiaou petinju asal Philipina yang juga sukses di dunia politik. Kalau Golkar punya Utut, maka PPP punya Icuk Soegiarto dan Joko Supriyanto yang diknal sebagai atlit Bulutangkis.

Selain dua nama di atas, PPP juga memiliki atlet nasional yang pernah mengharumkan nama bangsa di dunia internasional melalui cabang olahraga yang tak kalah populer, yaitu Karate. Dia adalah Tommy A. Firman, yang kini menjabat Ketua Departemen Olahraga DPP PPP.

Melalui aktifitasnya di dunia olahraga telah membawa Tommy ke dunia politik sebagai Anggota Komisi VII DPR RI, mewakili PPP.

Ditemui disela-sela kesibukannya, Tommy menyempatkan diri menerima kedatangan Media Bina Persatuan di ruang kerjanya. Berikut ini kami turunkan hasil wawancara tersebut untuk pembaca.

Apa motivasi Anda masuk ke dunia politik, khususnya di PPP?
Saya melihat PPP sebagai partai politik yang konsisten dengan perjuangannya. PPP selalu berada dibarisan depan untuk membela kepentingan ummat dan mereka yang termarjinalkan secara social ekonomi. Jadi saya merasa sreg untuk berada di dalamnya.

Bagaimana langkah strategis untuk mencapai target 12 juta kader, apa usaha yang harus dilakukan?
Tentukan dapil dari sekarang dan berikan kepercayaan penuh kepada caleg di dapil mereka masing-masing untuk memperjuangkannya. Ini penting agar mereka fokus dan banyak waktu untuk melakukan sosialisasi. Jangan lagi seperti dulu, ada yang berpindah dapil bahkan ada pula yang namanya tercantum sebagai caleg di partai lain.

Bagaimana membangun imej PPP di masyarakat?
Sebenarnya imej sudah cukup bagus, tinggal bagaimana kita memolesnya supaya lebih menarik lagi karena bagaimanapun masyarakat kita masih suka dengan politik pencitraan dan mengabaikan substansi. Menurut saya, PPP harus lebih banyak hadir ditengah-tengah masyarakat, terutama dikalangan pondok pesantren, majelis ta’lim dan mereka yang terpinggirkan secara sosial ekonomi.

Komentar tentang rencana kenaikan Parliamentary Threshold?
Kalaupun dinaikkan sampai 5% kita tidak perlu takut. Kedudukan Pak Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama cukup strategis. Beliau rajin mengunjungi kiyai dan pondok pesantren. Dan sekarang ini berkat pendekatan beliau, banyak ulama yang dulu mendukung partai lain, kini kembali ke PPP, sebagai rumah besar ummat Islam.

Sebagai anggota Komis VII, apa yang sudah anda lakukan?
Saya ini kan baru masuk lewat pintu PAW, jadi saya akan lihat-lihat dulu dan lebih banyak mendengar. Tapi pada saatnya nanti saya akan rajin membuat statemen agar kita disegani dan tidak diatur oleh orang lain.

Apa beda atau persamaannya kerja politisi dengan olahragawan?
Kalau olahragawan bertanding di awasi pelatih tapi kalau politisi diawasi rakyat. Tapi sebenarnya menurut saya, apapun pekerjaan yang kita lakukan, kita selalu diawasi Allah SWT, itu pengawasan melekat namanya, karena Allah tidak pernah tidur dan tidak bisa dibohongi. Kalau persamaannya ya sama-sama mengejar prestasi dan popularitas, hahaha.

Tampaknya partai politik lebih suka merekrut artis/actor daripada atlet, komentar Anda?
Ya mungkin ka-rena fans mereka lebih banyak. Tapi kalau olahraga kita berprestasi tentu fans-nya juga akan meningkat. Yang jadi persoalan bagi kita (PPP) adalah masalah moralitas sebagai konsekuensi PPP berasas Islam. Seperti artis dangdut misalnya, mereka umumnya berpakaian minim dan bergoyang nakal, apa kita mau merekrut mereka?

Mengakhiri percakapannya dengan Bina Persatuan, Tommy Firman mengatakan bahwa PPP jangan hanya banyak kerja di meja (rapat) saja, tapi harus lebih banyak turun ke lapangan dan menyapa konstituen. Tommy juga berjanji akan mencari sponsor untuk mewarnai dan mensinergikan kegiatan olahraga dengan nilai-nilai perjuangan PPP. Semoga.

Buya Ismail: “Tak Menjual Islam, dan Tak Bisa Beroposisi”

02 Agustus 2012


Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ismail Hasan Metareum 66 tahun ini, kerap dijuluki politisi kalem dan selalu bikin sejuk. Bicaranya yang pelan jauh dari kesan pemimpin partai yang biasanya penuh semangat dan berapi-api bila berpidato di depan massanya.

Tetapi jangan salah dulu, politisi kawakan asal Sigli, Aceh ini bisa juga bersuara lantang. Pada Harlah PPP ke -24, 5 Januari 1996, di Kemayoran Jakarta, buya Ismail yang mantan Ketua HMI (1957-1960) ini, ternyata berani menusuk pelbagai masalah serius yang dihadapi bangsa, mulai soal moralitas bangsa yang menurun, sampai korupsi, dan kolusi yang naudzubilah.

Ketua partai berlogo bintang ini bikin kejutan baru dengan menyebut partainya sebagai warisan ulama. Pula, ia rajin sowan dengan sesepuh dan pendiri PPP, KH Idham Chalid. Masihkah PPP mengandalkan tema Islam? Berikut wawancara Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif dengan dengan buya Ismail, yang berlangsung di kediamannya, di kompleks Perumahan Pejabat Tinggi, Widya Chandra, Jakarta, Kamis 9 Januari 1996 lalu. Berikut petikannya.

PPP menyatakan sebagai partai warisan ulama. Mengapa masih pakai Islam sebagai jualan?
Kami kembali kepada sejarah, partai ini memang dibentuk ulama sehingga tidak ada label-label Islam. Kami hanya meneruskan wasiat-wasiat para ulama, jadi jangan heran. Umpamanya ammar ma'ruf nahi mungkar merupakan prinsip dari Partai Persatuan. Di dalam program perjuangan partai itu ada enam prinsip, dan di situ diyakini bahwa dengan prinsip itu akan bisa dilaksanakan sebagai prinsip. Umpamanya prinsip ibadah. Kami berpartai dengan tujuan beribadah, kemudian dalam pelaksanaan tugasnya kami memakai prinsip ammar ma'ruf nahi mungkar, dengan pandangan itu, maka tidak perlu kami bersikap sebagai partai oposisi.

Ini perlu saya jelaskan karena ada kawan-kawan kami para pakar yang meminta supaya PPP dan PDI menjadi partai oposisi. Kami jelas tidak bisa menjadi oposisi. Tetapi kami tetap mengawasi pekerjaan pemerintah, dalam rangka ammar ma'ruf nahi mungkar seperti dijelaskan dalam Al Qur'an, itu. Jadi kami tidak menjual Islam, tetapi menyampaikan ajaran yang dipesan oleh para ulama.

Jika ingin ber-ammar ma'ruf nahi mungkar, tentunya PPP sering berseberangan dengan pemerintah?
Belum tentu, pemerintah baik kami puji. Memuji itukan tidak berseberangan, kalau dilakukan baik kami syukuri. Itu berarti tidak berseberangan.

Bukankah Anda pernah bilang bahwa PPP terbuka, bahkan untuk golongan non muslim?
Kami dapat menerima golongan non muslim, tetapi kalau tidak ada yang mau masuk bagaimana? Kami partai terbuka memang benar, tetapi dalam asasnya ada lagi yang merupakan ketertutupan. Ada dulu seperti yang dulu saya pernah ceritakan di Timor Timur, ketika Badru Saman memimpin DPP di sana untuk menghadapi Konferensi Wilayah, datang seseorang kepadanya meminta untuk menjadi ketua wilyah di Tim-Tim. Kemudian kami tanya, Anda sudah berapa lama menjadi anggota. Ternyata belum pernah menjadi anggota. Nah, yang benar dong belum menjadi anggota kok mau menjadi ketua. Ternyata ketika kami pelajari dia seorang Katolik, dan ternyata waktu diumumkan daftar calon orsospol daerah pemilihan di Timor-Timor, dia berada dalam nomor urutan ketiga daftar PDI, ini kan tidak benar.

PDI dalam kampaye nanti akan bicara soal demokrasi, Golkar akan membicarakan program pembangunan, lalu apa nanti "jualan" PPP?
Bukan hanya satu satu bidang, berbagai bidang kami bisa bicara. Misalnya, bagaimana pembangunan ini dilaksanakan dan apa motifasinya. Itu yang akan kami bicarakan. Jadi bukan melulu pembangunan, tetapi pembangunan yang bagaimana. Biasanya kalau kampanye orsospol lain, itu dengan cara memanggil anak kecil. Lalu ditanya kamu sudah makan belum? Kamu sudah sekolah belum? Biasa seperti itu, dialogis begitu. Bagi kami tidak perlu bicara seperti itu, kami bicara arah pembangunan Idonesia. Bahwa pembangunan itu perlu arah sebagai landasan sehingga tidak terjadi adanya penyelewengan. Seperti masalah kolusi dan korupsi, itu masalah iman dan takwa yang seharusnya menjadi arah. Jadi tidak perlu kami bicara demokrasi saja. Kami akan bicara banyak bidang. Baik demokrasi di bidang politik,mau pun pemerataan di bidang ekonomi.

Jadi PPP punya agenda khusus untuk kampaye nanti?
Tidak perlu khusus, kami akan bicara seluruhnya. Umpamanya pemerataan itu tidak khusus toh, demokrasi itu tidak khusus. Jujur dan adil itu tidak khusus, itu supaya pemerintahan ini dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama. Jadi tidak ada yang khusus. Kecuali dikhususkan dalam satu pidato, mengenai satu hal, di tempat lain kami bicara soal lain itu kami bisa.

Yang akan ditekankan dalam kampye nanti?
Banyak, seperti aspek moralitas bangsa, masalah pendidikan, masalah demokrasi, itu kami bicarakan. Waktu ulang tahun saja ada sepuluh masalah bangsa yang harus kita pikirkan, dalam menghadapi globalisasi.

Beberapa waktu lalu Anda Sowan ke Idham Chalid, mengapa tidak ke Gus Dur?
Kalau Idham Chalid itu pendiri partai sedangkan Gus Dur bukan, maka kami datang kepada pendiri, tidak ke tempat lain. Karena kami tidak melupakan sejarah.

Anda mengatakan pernah mau datang kepada Gus Dur?
Tidak, itu karena ada wartawan yang bertanya kenapa saya tidak datang ke Gus Dur. Saya Ini kan sering dijebak oleh wartawan, apakah itu dengan maksud baik atau tidak saya tidak tahu. Toh Gus Dur mengatakan. Ini saya baca dikoran, "Saya tidak mau ketemu dengan Ismail Hasan Matereum, karena dia melecehkan saya".

Jadi tadinya mau bertemu, kenapa Anda tidak membuat surat untuk bertemu dengan Gus Dur?
Tidak perlu surat, sebab dia kan dekat di Jakarta. Ke Amien Rais saja saya tidak butuh surat. Saya pergi ke Yogya dalam rangka kunjungan ke daerah, kemudian sampai sana dipersiapkan oleh Ketua DPW Yogyakarta untuk bertemu dengan Amien Rais. Memang dia seorang pakar, kami bertemu meminta pertimbangannya, kan bagus. Lantas setelah saya kembali ke Jakarta, saya ditanya oleh wartawan kenapa tidak ke Gus Dur.

Apa sih konflik Anda dengan Gus Dur?
Tidak ada, saya tidak tahu kenapa dia sampai salah paham. Saya tidak pernah mengkritik Gus Dur, dan tidak perlu. Meski dia menghantam saya sebelum Muktamar PPP, toh saya tidak menghantam dia. Gus Dur mengatakan saat itu, kalau Ismail Hasan masih memimpin PPP, maka semua warga NU akan memilih PDI. Saya bilang itu Ketua Forum Demokrasi, kenapa bicara tidak demokratis. Itukan menghantam saya, tetapi saya tidak emosional menanggapinya.

Tampaknya massa NU masih penting untuk Anda?
Orang NU banyak di PPP. Dan massa NU sudah memimpin ketua-ketua cabang PPP. Seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, PPP dipimpin oleh orang NU. Kami kan bukan lagi federasi sehingga kami harus memperhatikan partai dan warga partai. Jadi kalau saudara sebut massa NU saya menolak. Yang kami pentingkan adalah warga partai. Yang saya datang kepada mereka, itu atas permintaan warga partai.

Seberapa besar warga NU yang ada di PPP?
Saya tidak hitung itu. Tapi daerah yang banyak NU saya pilih ketua cabang dari NU, itu oke di mana banyak warga NU. Kami melihat bagaimana kenyataannya, melihat aspirasi di bawah. Misalnya di Jawa Tengah ada Karmani yang kebetulan orang NU, dan cabang-cabang menghendaki Karmani sebagai ketua wilayah, kami oke.

Kenapa Anda tidak memasukan sejumlah Kyai kondang dalam daftar calon Anda?
Kyai kondang dari NU itu siapa? Zainudin MZ? Dia mau kemana-mana dan tidak dimana-mana. Jadi bagaimana saya mengklaim dia sebagai orang PPP, sebab kalau saya masukan dalam daftar calon PPP, berarti dia orang saya. Dia sudah menempatkan di situ ya harus dihargai. Kalau Kyai Alawy Muhammad (Kyai Madura, red) beliau tidak mau. Sudah sejak tahun 1982, saya menawarkan untuk menjadi anggota MPR, anaknya pun tidak beliau ijinkan menjadi calon PPP, tetapi beliau membantu PPP mati-matian. Masih ada juga Kyai yang mau, seperti Kiai Hasyim Latief di Jawa Timur yang bekas Syuria'ah NU itu masuk daftar calon nomor satu. Kiai Maemun Zubair nomor satu juga di Jawa Tengah. Yang lain kyai-kyai kecil.

Sebagian massa PDI Megawati akan keluar dari PDI, apakah PPP punya strategi khusus untuk merangkul mereka yang terpinggirkan ini?
Nggak perlu kami merangkul-rangkul dan tidak perlu khusus-khusus. Kalau merangkul pribadi orang mungkin bisa, tetapi kalau merangkul rombongan orang jadi repot yang merangkulnya. Kami tidak tahu bagaimana cara merangkul.

Rhoma Irama ke Gokar yang ramai-ramai menarik figur publik. Lalu siapa yang diandalkan PPP untuk menarik massa?
Rhoma Irama sudah janji dulu tahun 1984, dia janji tidak akan kembali dengan kami. Yang saya dengar dia berjanji kepada seorang pejabat untuk tidak lagi berkampaye untuk PPP. Lantas kami hargai pandangan dan sikap itu. Makanya tidak memaksa-maksa dan menarik-narik. Emha Ainun Nadjib tidak mau dicalonkan, tetapi dia berjanji akan menarik orang untuk membatu PPP. Kalau artis tidak ada yang mau membantu secara permanen, Bimbo kemarin datang pada pertemuan PPP, tetapi belum tentu lebih dari itu. Kami akan merasa senang kalau mereka mau dan tetap. Sebagian teman-teman sudah mengusahakan para artis dan jawaban rata-rata mereka takut. Mereka khawatir, dan lebih suka memilih independen dari pada menjadi aktifis partai.

Dalam Pemilu lalu, PPP pagi-pagi sudah mencalonkan kembali Haji Muhammad Soeharto sebagai presiden RI, bahkan Anda mendahului Golkar sebagai yang punya Pak Harto, apakah sekarang akan mencalonkan lagi Pak Harto?
Belum kami bicarakan. Kami baru bicara bisik-bisik. Kalau dulu soal Pak Harto sudah diusulkan oleh Kyai As'ad dari Jawa Timur dan kami tidak keberatan dengan usul Kyai As'ad. Matori saat itu melihat saya sepertinya tidak akan menolak, lantas dia mengatakan. Bagaimana Buya, kalau saya yang mengusulkan. Jawab saya, boleh saja, tetapi bicarakan dulu dengan teman-teman dan melalui rapat DPP. Tetapi ditunggu-tunggu tidak muncul dalam rapat DPP, tapi Matori langsung mengumumkannya.

Apakah Anda setuju kalau misalnya Korpri tidak usah ikut Pemilu dan mendapat jatah kursi di DPR?
Daripada menyeleweng lebih baik tidak usah ikut pemilu. Dengan adanya beban politik kepada mereka, sulit mereka untuk mengoreksi apabila salah. Jadi lebih baik diangkat.

Kabinet 1998 nanti Anda menyarankan tak harus melulu dari Golkar, apa ada departemen yang siap di isi PPP?
Kami siap. Dan berulang kali saya katakan kepada wartawan kami siap. Tetapi itu seperti menjadi mimpi di siang bolong. Kami tidak keberatan kalau dimasukan dalam kabinet seperti tahun-tahun sebelum orde baru, pemilu pertama. Kami tidak meminta, karena itu hak proreogatif presiden. Kalau diberi terima kasih. Yang siap ada orangnya, di departemen agama banyak, departemen pertanian juga ada, kehakiman ada. Tetapi kalau saya sebut, itu mimpi siang bolong juga.

Berapa banyak caleg PPP yang kena jaring litsus?
Itu yang saya heran, kami paling anti komunis, di mana saja dan kapan saja pandangan kami tetap. Mengapa litsus yang untuk menjaring orang komunis kok kena kepada kami. Ternyata malas, disampaikan ke LPU setelah waktunya habis, sesudah ditandatangani daftar calon, itu kan malas namanya. Petugas litsus itu malas. Mereka baru menyampaikan hasilnya sesudah tidak laku. Sudah dilitsus, tetapi dihambat tidak diserahkan ke LPU. Konsensus bersama untuk diserahkan tetapi itu tidak dilaksanakan.

Kenapa PPP tidak menggugat?
Kemana kami harus menggugat. Inikan sudah selesai tetapi belum disampaikan. Tapi itulah kenyataanya, saya sendiri juga heran. Karena mereka malas, sudah tidak laku, baru disampaikan. Karena nama-nama itu tidak ada SKTT (Surat Keterangan Tidak Terlibat) kalau tidak ada SKTT nama itu dicoret. Baru beberapa hari kemudian disampaikan hasil litsus apa gunanya. Mereka yang menahan-tahan itu sudah saya teriakin waktu orientasi jurkam. Buat apa ditahan-tahan, kami protes tetapi tidak ada gunanya. Kami yang akhirnya rugi, karena nama-nama yang tidak ada SKTT-nya dicoret oleh LPU. Padahal persyaratan mereka sudah lengkap. Dan itu hampir di seluruh Indonesia. Dan di pusat itu yang tidak berhasil. Kalau mau menjegal PPP tidak seharusnya dengan cara itu, itu terlalu kasar.

Keppres kampanye yang baru mengharuskan kampanye dialogis, apakah PPP siap?
Kami sudah siap, bahkan kami mengusilkan untuk ketiga OPP. Kami ajak kampaye dialogis di televisi tetapi tidak setuju. Dialogis betul tetapi masing-masing OPP dengan orang yang hadir saat kampaye.

Yang kami heran, kampaye dialogis itu harus disampaikan naskahnya kepada LPPI. Kalau dialog kan berkembang, kok mesti menyerahkan makalah itu yang membuat saya tidak mengerti. Sama halnya dengan kampaye yang dibagi dalam enam kawasan: Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Itu apa gunanya? Saya heran. Itu bagi kami merepotkan koordinasi dan transportasi.

Mengapa PPP tidak memprotes Golkar yang kampaye duluan?
Kami protes terus tetapi apa ada gunanya protes kalau tidak didengar. Golkar kan sudah selesai kampanyenya.

Apa kiat-kiat PPP untuk mengatasi kecurangan Pemilu 1997?
Kami tidak tahu, dan baru kami bicarakan. Tetapi saya sekarang belum bisa bicara karena belum tuntas dibicarakan.

Anda akan bekerjasama dengan KIPP misalnya?
Tidak perlu bekerjasama, kami bekerja dan mereka bekerja. Tetapi apakah KIPP masih ada? Sekarang kok tidak kedengaran lagi.

Bagaimana target perolehan suara pada pemilu nanti?
Saya belum bicara target. Karena dengan adanya sistem kampanye yang seperti ini kami juga menjadi ragu. KanGolkar bilang bisa menang seratus persen. Kalau sudah begitu susah dong. Kami targetkan seperti Pemilu 1982, 94 kursi. Karena kami melihat situasi dan kondisi partai seperti pada tahun 1982. Pada tahun 1987 ketika ada penggembosan partai oleh Naro sehingga dan turun 33 kursi menjadi 61 kursi.

Menurut Anda, apakah 1998 nanti seyogianya terjadi suksesi mengingat usia Pak Harto?
Kami tidak bicara soal umur. Karena sistemnya masih bisa dipilih kembali.

Lalu siapa saja yang pantas menjadi Presiden RI dari kacamata Anda, apakah Try Sutrisno, Habibie, Harmoko, Moerdiono atau orang seperti Emil Salim?
Yang pantas itu banyak. Tetapi yang disetujui itu siapa. Kalau kami belum memilih.

Lantas Anda mau mencalonkan?
Kalau tidak ada yang lain, tetapi ini banyak orang. Tetapi kami belum bicarakan nanti, pasti nanti akan saya sampaikan. Kami akan bicarakan dulu kriterianya baru mengajukan calon tetapi kami belum memilih.

Calon Wakil Presiden apakah Anda mengusulkan sipil atau militer?
Saya tidak pernah membedakan antara sipil dan militer. Sebab kalau sudah menjadi wapres semuanya akan menjadi sipil, tidak memakai dinas lagi.

Anda melihat wapres 1998 ini akan menjadi presiden kalau kelak Pak Harto terpilih lagi?
Dulu juga sama. Siapa yang bisa menjamin kalau Pak Harto akan tetap. Dulu juga sama saja. Kalau dikatakan sudah tua beliau sudah tua.

Anda mengatakan di Harlah PPP ke-24 bahwa keadaan masyarakat sudah emosional, mudah meledak apa buktinya?
Seperti di Tasikmalaya. Soalnya hanya kecil bahwa seorang Kyai di pukul sampai babak belur. Karena itu pejabat-pejabat harus menghilangkan arogansi kekuasaan, harus hati-hati harus waspada. Mengapa karena anaknya yang diberi sangsi karena mencuri kemudian yang menghukum dipukul, itu yang menyebabkan masyarakat marah. Kalau sudah emosional maka sangat susah dikendalikan.

Anda menyebut-nyebut depolitisasi rakyat, apa maksudnya?
Itu sudah lama. Seperti depolitisasi kampus, sehingga tidak ada lagi pemimpin yang datang dari kampus, kalau dulu cukup banyak. Seperti Akbar Tanjung, Cosmas Batubara itu pemimpin yang berasal dari kampus.

Apakah Anda protes PPP tidak punya cabang di kabupaten, kecamatan dan desa?
Kalau kabupaten semuanya sudah ada. Kalau kecamatan dan desa tidak ada karena sistemnya begitu. Kalau Golkar punya camat dan punya lurah sehingga di situlah salahnya.

Sumber: Tempo, 9 Januari 1996

Ahmad Yani: Kerja Keras Wujudkan Mimpi

14 Februari 2012

Target 12 juta kader bisa berada pada dua kemungkinan. Bisa sekedar mimpina mun bisa juga menjadi kenyataan. Semuanya sangat bergantung pada usaha dan kerja keras komponen partai. Demikian yang dipaparkan Ahmad Yani, MH kepada BINA Persatuan saat meminta konfirmasi perihal target PPP kedepan. Berikut petikan hasil wawancara dengan kader PPP yang vokal ini.

Menurut Bang Yani, DPP PPP menargetkan 12 Juta kader itu mimpi atau realistis?

Bisa dua-duanya, kita menargetkan 12 juta bisa menjadi mimpi kalau tidak diikuti dengan kerja keras seluruh komponen partai, dimulai dari jajaran atas hingga jajaran bawah. Nah, oleh karena itu, kalau tidak diikuti dengan kerja keras dan cerdas maka dia akan menjadi mimpi dan utofia.

Tapi akan jadi kenyataan kalau diikuti dengan kerja keras dan cerdas seluruh jajaran partai mulai dari DPP sampai ke Ranting membumikan program-program kerja yang telah disusun berdasarkan keputusan-keputusan partai dalam hal yang menyentuh masyarakat dan umat.

Kalau itu dilakukan maka Insya Allah 12 juta itu bukan angka yang sulit, karena secara sosiologi dan historis 12 juta itu tidak begitu jauh angka yang pernah dicapai oleh PPP. Jadi bukan sesuatu yang baru, itu historis sekali. Saya mengasumsikan 12 juta ini suara yang akan dicapai seperti itu karena mungkin PPP dalam perspektif umat dan masyarakat yang selama ini tidak bisa lagi dianggap sebagai satu-satunya saluran politik umat Islam.

Bagaimana cara PPP menegaskan sebagai satu-satunya saluran politik umat Islam?
Caranya adalah dengan mengadakan kegiatan-kegiatan dalam bentuk kajian seremonial maupun yang substantif. Karena simbol dan substansi menurut saya tidak bisa dipisahkan, ibarat kita sholat itu ada peragaan simbolik dan ada juga nilai substansi dan itulah esensi ajaran Islam.

Dalam upaya meraih 12 juta kader, targetnya adalah umat Islam dengan berbagai paham dan keyakinan, bagaimana solusi menyatukannya?
PPP ini satu-satunya partai juga yang bisa mengakomodir berbagai macam aliran, pandangan, fiqih dalam Islam itu sendiri yang tidak tunggal. Dan oleh karena dia heterogen itulah maka kita menegaskan PPP ini rumah besar. Dan harus dibuka selebar lebarnya tidak hanya pintunya yang dibuka, tapi jendela-jendelanya juga harus dibuka itu yang pertama.

Yang kedua adalah kita juga betul-betul harus menyaring dan menjalin dalam melakukan komunikasi yang intens dan program-program kerja PPP dalam semua tingkatannya itu harus bisa menjadi program bersama.

Kerinduan masyarakat atau umat Islam ingin kembali kepada PPP sangat luar biasa, kerinduan ingin mengembalikan kejayaan PPP, tinggal kitanya mampu atau tidak kita menangkap isyarat-isyarat zaman itu sendiri.

Survei mengatakan bahwa kecenderungan masyarakat untuk memilih partai yang beridiologisasi itu semakin berkurang, menurut saya bukan karena idiologisasi itu yang semakin berkurang, bukan karena tingkat sekularisme orang Indonesia itu semakin berkurang. Nyatanya tingkat ketaatan dan tingkat kereligiusan dan keagamaan semakin meningkat, seharusnya berkorelasi positif.

Sekarang ini sedang hangat permasalahan Perda Miras, apa pendapat abang?
Diluar negeri yang mayoritas penduduknya Non Muslim saja, ada peraturan yang melarang anak di bawah umur membeli Miras. Jika hal itu terjadi maka penjual dan pembeli sama-sama mendapatkan sangsi hukum.

Miras tidak bedanya dengan narkoba, sama-sama membahayakan umat. Pada waktu Mendagri meralat/mensinkronkan Perda Miras kepada khalayak, kita (DPP PPP) telah menghimbau kepada wilayah dan cabang agar memasang baliho/spanduk sebagai media untuk mempertahankan Perda Miras tersebut.

Dengan adanya kejadian terakhir ini (Tabrakan maut di TuguTani, Red) maka menjadi keniscayaan adanya peraturan/undang-undang menjadi sangat mendesak, sehingga jangan sampai terulang lagi kejadian serupa dimasa mendatang.

Apa harapan abang terhadap Mukernas PPP di Lirboyo?
Saya berharap Mukernas dapat menghasilkan program kerja yang lebih fokus kepada target pencapaian 12 Juta kader, berdasarkan evaluasi partai selama ini. Karena sampai saat ini kita belum tahu system pemilu yang akan diterapkan pada Pemilu 2014 nanti, kebetulan saya bersama-sama Pak Arwani di Pansus RUU Pemilu, mudah-mudahan bulan maret ini selesai.

Sumber : Tabloid Bina Persatuan, Edisi XI/TH.I Februari 2012. hal. 10

Wawancara KH Maimoen Zubair dengan Wartawan Tempo (1997)

28 April 2011

"PPP Tetap Begitu Saja, Tak Mungkin Jadi Pesaing Utama Golkar"

Abdurrahman Wahid berkata Partai Persatuan Pembangunan tidak punya massa di NU. Ucapan Gus Dur di Grand Hyatt Hotel Jakarta, 28 Januari 1997, itu seperti menegaskan sikap Ketua Umum PBNU tadi: dia enggan menggiring massa NU ke PPP. Sudah habiskah orang NU di PPP? Ternyata tidak juga. Masih ada kiai NU seperti KH Maimoen Zubair dari Rembang yang tetap mendukung partai bertanda gambar bintang itu sejak NU berfusi ke dalam PPP pada tahun 1973. "Saya sejak awal sudah menjadi kader PPP," kata pengasuh pondok pesantren Al- Anwar Rembang, Jawa Tengah, yang punya dua ribu santri itu kepada Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif melalui telepon Jakarta-Rembang, Rabu lalu (5 Februari 1997).

Kiai berusia 69 tahun ini sering dijuluki "kiai politik". Maklum, menjelang Muktamar PPP tahun 1994 lalu, dia termasuk barisan Kelompok Rembang -- yakni kiai-kiai NU yang ingin agar orang NU duduk sebagai Ketua Umum PPP menggantikan Ismail Hasan Metareum. Usaha ini gagal. Buya Ismail yang asal Muslimin Indonesia itu tetap bertahan di kursinya. Namun Kiai Maimoen yang duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai di PPP, tetap rukun dengan Buya. Namanya bertengger di nomor satu Daftar Calon Sementara PPP di Jawa Tengah.

Berikut petikan wawancara TEMPO Interaktif dengan KH Maimoen Zubair.

Anda termasuk Kelompok Rembang yang ingin menggusur Buya Ismail, kenapa sekarang mendukung PPP?
Saya sendiri tidak hadir di Muktamar PPP itu. Tapi nama saya dicantumkan di DCS PPP, ya, saya lantas ikut saja. Kalau saya tidak terpilih, ya tidak apa-apa. Kalau dipilih, ya, saya mau.

Siapa lagi Kelompok Rembang yang masuk PPP?
Ada Hamzah Haz dan saya. Dalam pertemuan Rembang ada yang datang dari Jakarta dan Lampung. Banyak dari Kelompok Rembang ini yang masih ada dalam formasi PPP yang sekarang, mereka masih direkrut PPP. Tetapi ada juga yang memang tidak terpilih atau tidak mau. Macam-macam alasannya. Dan itu terserah masing-masing orang. Jadi tidak bisa dikatakan Kelompok Rembang semuanya sekarang sudah keluar dari PPP. Seperti Cholil Bisri juga masih mengunjungi pengajian-pengajian PPP baru-baru ini di Pekalongan.

Jadi kekuatan NU di PPP masih besar?
Itu baru kelihatan setelah PEMILU. Saya tidak bisa mengira-ngira.

Bagaimana Anda melihat konflik antara Gus Dur dengan Ismail Hasan Metareum?
Itu 'kan masalah pribadi. Itu akan terus atau hanya sementara kita tidak tahu. Karena dalam istilah kiai, kebenaran hati itu ada pada tangan Tuhan. Ada hadis yang artinya "wahai yang menggerakan hati, yang selalu merubah sikap dan hati, tetapkanlah kami ini dalam agamamu yang benar". Biarkan saja itu menjadi urusan Buya dengan Gus Dur, saya tetap biasa-biasa saja.

Kenapa Gus Dur tak mendukung PPP?
Itu terserah orangnya masing-masing, belum tentu Gus Dur tidak mendukung PPP. Buktinya calon-calon DPR di Jawa Tengah masih tetap banyak orang NU. Urutannya pertama NU dan ada beberapa calon Muslimin Indonesia. Begitu juga di Jawa Timur muncul nama kiai besar yang berasal dari syuriah NU.

Gus Dur akan menggandeng MbaK Tutut ke pesantren-pesantren, apakah ini bisa disebut meng-Golkarkan NU?
Orang NU 'kan bebas menyalurkan aspirasi politiknya, termasuk ketua umumnya sendiri. Sedangkan NU-nya sendiri 'kan tidak bisa dibawa ke mana-mana. NU itu organisasi massa agama, dan agama itu ada di mana-mana.

Apa ini bisa disebut penggembosan terhadap PPP?
Ya, terserah yang menilai itu penggembosan atau bukan. Tetapi sekarang ini mulai ada kemandirian di PPP. Walaupun dulu PPP digembosi seperti itu, tetapi toh orang PPP masih banyak yang berasal dari NU. Kalau sekarang mudah-mudahan hal itu tidak terjadi lagi. Karena PPP akan tetap begitu-begitu saja, tidak mungkin PPP menjadi pesaing utama Golkar.

Anda merasa PPP tidak bisa menjadi pesaing Golkar, kenapa Anda tidak pindah ke Golkar saja?
Itu hak pribadi saya. Kiai yang di Golkar juga ada, di PPP juga ada. Setelah kembali ke khittah, NU tidak ke mana-mana tetapi NU ada di mana-mana.

Lantas kenapa Anda bertahan di PPP?
Kehadiran PPP itu tetap dibutuhkan sebagai kekuatan politik dalam kehidupan bernegara kita. Artinya bhinneka tunggal ika tetap dipertahankan. Saya sebagai orang PPP tetap memandang penting PPP, karena PPP berasal dari fusi partai-partai Islam. Dan sekarang ini Islam itu sudah besar dan ada di mana-mana

Bukankah sudah banyak pesantren-pesantren yang mendukung Golkar?
Itu tidak boleh. Pesantren itu tempat mengaji, jangan sampai disalahgunakan dan disalahtafsirkan. Kiainya masuk PPP lantas pesantrennya bernama pesantren PPP, itu tidak benar. Jadi bukan pesantrennya, tetapi kiainya yang masuk partai.

Apakah pernah mendapat kesulitan dengan birokrasi karena Anda ini memilih PPP?
Tidak pernah, biasa-biasa saja. Paling-paling pada waktu kampanye saya sedikit renggang dengan orang pemerintah daerah. Tetapi saya anggap wajar saja sebagai manusia.

Anda akan mengajak santri Anda memilih PPP?
Itu hak masing-masing. Kalau kampanye bolehlah ada dukung-dukungan. Tetapi kalau mengaji, tetap untuk menimba ilmu agama. Jadi agama benar-benar diperuntukkan untuk kebaikan. Dan kebaikan itu tidak pilih siapapun.

Bukankah kalau kiainya masuk partai tertentu, pasti santrinya akan ikut?
Biasanya begitu, tetapi tidak ada pemaksaan.

Kiai dari pesantren mana saja yang menemani Anda di PPP?
Dalam organisasi PPP itu tidak mencantumkan nama-nama pesantren. Yang ada hanya NU.

Siapa saja kiai-kiai NU ada yang di PPP?
Saya tidak tahu satu-satu. Saya tidak mementingkan mana yang PPP dan mana yang bukan. Tetapi keberadaan kiai di mana-mana ada manfaatnya. Fungsi kiai itu 'kan sebagai dai, mengajak umat untuk berbuat baik. Begitulah fungsi NU setelah khittah. NU ada di mana-mana, tetapi NU tidak ke mana-mana.

Ada yang mengatakan Anda ini kiai yang berpolitik?
Berpolitik itu untuk menyalurkan aspirasi dan itu hak masing-masing orang. Jadi di mana-mana juga ada politik. Kiai yang di PDI juga berpolitik. Yang ada di Golkar juga berpolitik. Kalau saya di PPP itu agar jangan sampai politik itu disalahgunakan.

Kenapa tidak netral saja?
Kalau netral yang diartikan bisa ke sana-ke sini, nanti malah tidak ada tempatnya.

Dan Anda menganggap PPP sebagai tempat yang tepat untuk menyalurkan aspirasi?
Masing-masing sudah mengakui mana yang tepat. Saya sejak dulu ada di PPP sehingga saya istiqomah saja.

Proyeksi Politik PPP 2014

25 Januari 2011

SDA
Partai Persatuan Pembangunan merupakan salah satu partai tertua di Indonesia. Ketika berdiri 5 Januari 1973, PPP merupakan hasil fusi empat poros kekuatan Islam, yaitu Nahdlatul Ulama, Partai Serikat Islam Indonesia, Perti, dan Parmusi.

Pengalaman dari perjalanan selama 38 tahun membuat PPP lebih hati-hati menanggapi sejumlah wacana, seperti penyederhanaan partai melalui konfederasi hingga calon yang akan diusung pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.

”Sekarang pertarungan tidak hanya di lapangan, tetapi juga melalui peraturan. Siapa yang tidak dapat memenuhi peraturan, akan tewas sebelum bertempur. Fenomena ini, antara lain, terlihat dalam wacana kenaikan ambang batas parlemen hingga di atas 2,5 persen pada Pemilu 2014,” kata Ketua Umum PPP Suryadharma Ali saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya:

Sejumlah kalangan menilai, politik 2011 tidak lebih dingin dibandingkan tahun sebelumnya. Bagaimana Anda melihatnya?
Tahun 2011 memang beda. Presiden baru dilantik 20 Oktober 2009, pada 5 Desember 2009 DPR sudah membentuk Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Kedua, anggota saya di DPR baru tahun pertama sudah ada yang jarang masuk. Jangan-jangan mereka sudah persiapan Pemilu 2014.

Ketika saya menjadi anggota DPR, parlemen mulai kosong pada tahun kelima atau sekurang-kurangnya satu tahun sebelum pemilu. Apa ini dampak dari sistem suara terbanyak sehingga otoritas anggota jauh lebih besar dibandingkan dengan nomor urut di mana otoritas partai ada di dalamnya?

Sekarang juga ada kecenderungan mengubah hukum secara drastis ke suatu sistem yang sama sekali baru. Wacana seperti kenaikan ambang batas parlemen dan daerah pemilihan diperbesar adalah menjurus ke sistem distrik. Itu bertentangan dengan sistem kita yang proporsional.

Pada Pemilu 2009, dengan ambang batas parlemen 2,5 persen, ada 18-19 juta suara yang tidak terakomodasi di parlemen. Jika ambang batas menjadi lima persen, suara yang tidak terakomodasi bisa menjadi 36 juta sampai 38 juta. Itulah mengapa PPP ingin ambang batas tetap 2,5 persen, tetapi ditingkatkan kualitasnya menjadi juga berlaku di tingkat provinsi serta kota/kabupaten.

Ada maksud lain dari agenda seperti kenaikan ambang batas parlemen?
Ini sikap hegemoni partai besar untuk menguasai secara penuh parlemen dan politik nasional. Jika terbagi di banyak kekuatan, menurut mereka, semakin sulit mengelola politik dan pemerintahan. Padahal, pengelolaan bisa lebih mudah dan menarik simpati banyak orang jika aspirasi masyarakat terbesar diakomodasi.

Masyarakat juga melihat fenomena sosial itu bergerak ke arah yang lebih maju atau mundur. Jika kita kurang mengelola secara lebih tegas, tepat, dan benar, juga akan menyebabkan ketidakpuasan yang lalu menimbulkan beragam pandangan hingga akhirnya menyulitkan pemerintah yang berkuasa.

Ada pendapat, penyederhanaan partai dibutuhkan karena sistem multipartai tidak cocok jika digabungkan dengan sistem presidensial. Bagaimana pendapat Anda?
Kita menganut sistem presidensial yang didampingkan dengan sistem demokrasi. Demokrasi memberi kesempatan dan peluang kepada partai politik (parpol) dan masyarakat untuk menyatakan pandangan dan berkiprah di politik. Akibatnya, banyak parpol berdiri.

Namun, ada proses alamiah yang membuat parpol makin sederhana. Dengan ambang batas parlemen tetap 2,5 persen, saya menduga, dari sembilan parpol di DPR saat ini, akan ada yang tereliminasi di Pemilu 2014. Jadi, cukuplah ambang batas 2,5 persen.

Modal pemerintah saat ini cukup besar dan masih ditambah dengan Sekretariat Gabungan Partai Politik Pendukung Pemerintahan Presiden Yudhoyono (Setgab). Apa ini belum cukup mendukung efektivitas pemerintahan?
Ada sejumlah kebingungan di sebagian masyarakat tentang Setgab. Pertama, koalisi dibangun dengan Presiden Yudhoyono, bukan Partai Demokrat. Namun, jika ada partai koalisi yang agak berbeda pendapat, Partai Demokrat yang paling galak. Ini membuat suasana kurang kondusif.

Yang diinginkan Presiden dengan koalisi adalah penyatuan langkah dan sikap politik tanpa harus menghilangkan kekritisan partai.

Di Setgab ada hal yang harus bersatu, namun ada yang boleh berbeda. Jika sudah menyangkut kepentingan pemerintah, itu harus jadi satu. Namun, jika kepentingan partai seperti tentang syarat anggota Komisi Pemilihan Umum atau ambang batas parlemen, itu bisa berbeda.

Jika ada kritik dari dalam Setgab, itu seperti peringatan awal dan dibutuhkan sepanjang kritik itu sehat dan ada dasarnya. Ini yang disampaikan Presiden Yudhoyono di Istana Tampak Siring, Bali, setelah kasus Bank Century. Jadi, Presiden tidak ingin mematikan demokrasi.

PPP punya proyeksi tentang kepemimpinan masa depan, khususnya setelah 2014?
Sebagai parpol, kami tentu harus punya, termasuk proyeksi penguasaan tempat-tempat yang memiliki kewenangan strategis.

Tipikal pemimpin seperti apa yang ideal, bisa membawa masyarakat lebih sejahtera?
Kepemimpinan ini unik. Di benak kita ada kepemimpinan yang ideal, tetapi sangat sulit mendapatkannya. Yang penting, ke depan adalah ada pemimpin yang betul-betul dapat mewujudkan keinginan rakyat. Saya bicara begini bukan berarti pemerintahan sekarang gagal memenuhi target.

Pemerintahan saat ini selalu bekerja keras melaksanakan program-program, namun yang lebih bergema adalah kekurangannya hingga seolah tidak ada keberhasilan. Ini tidak hanya dirasakan Presiden Yudhoyono, tetapi juga saya.

Presiden Yudhoyono memimpin di era transisi dari otoritarian ke era demokratis. Di era transisi ini, dengan mudah orang menyampaikan pendapat, berdemonstrasi, bahkan memaki, mencerca, mendiskreditkan, dan tidak memberi apresiasi.

Jika keadaan seperti ini terus berlanjut, Presiden mendatang akan lebih berat. Kalau demokrasi seperti ini, siapa pun presidennya di 2014 akan berat.

Kita menginginkan demokrasi yang santun, penuh etika, mengikuti aturan, serta menjunjung tinggi HAM orang lain.

PPP melihat siapa yang pantas menjadi pemimpin masa depan?
Banyak yang pantas, tetapi siapa yang terpilih? Kadang kita berpikir seseorang hebat sekali, seperti tidak ada penggantinya. Saking hebatnya Soekarno, saat itu banyak yang mengira tidak ada yang dapat menggantikannya. Namun, ternyata Pak Harto bisa bertahan hingga 32 tahun. Jadi, ini pasti ada (calon pemimpin) yang hebat, hanya belum muncul.

Apa kita tidak perlu menyiapkan langkah yang lebih panjang untuk menyambut 2014 karena saat itu Presiden Yudhoyono tidak dapat lagi mencalonkan?
Bagi PPP, membicarakan presiden 2014 masih terlalu dini. Sebagai partai koalisi, kami harus fokus kepada pelaksanaan program-program pemerintah. Namun, ini bukan berarti tidak dipikirkan.

Bagaimana dengan perolehan suara partai Islam yang di setiap pemilu jumlah seluruhnya hanya 22-27 persen?
Soal menurunnya perolehan suara partai Islam, saya menyalahkan yang mengelola partai, bukan Islam.

Selain itu, jika dirunut dari Orde Baru, saya sering bertanya kepada kader, apakah saudara percaya jika perolehan suara PPP hanya 5,6 juta? Saya tidak percaya. Angka itu masih bisa dikoreksi.

Sekarang orang main macam-macam, dari yang terlihat sampai yang tidak terlihat. Sekarang suara bisa bersayap, bisa terbang. Ke depan, saya ingin yakin, jika PPP mendapat satu juta suara, ya yakin dapat satu juta. Saya yakin kalau 10 juta suara, PPP masih dapat meraihnya. (KOMPAS, 24 Januari 2011)

Kita Membutuhkan Pemimpin yang Berkomitmen Kuat Terhadap Bangsanya

17 Mei 2008


Dialog Kebangsaan Bersama Politisi Muda PPP Kabupaten Tegal, Eko Mahendra, S.Sos
Kita Membutuhkan Pemimpin yang Berkomitmen Kuat Terhadap Bangsanya

Dua hari menjelang peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, kondisi kebangsaan kita justru menunjukkan derajat melemah. Pancasila sebagai ideologi bernegara pun telah lama dipertanyakan soal keampuhannya menginspirasi masyarakat bangsa ini, termasuk para penguasanya untuk bangkit dari keterpurukan. Alih-alih menjadi pendobrak bagi menguatnya semangat kebangkitan, Pancasila justru nyaris tak menjadi pijakan bagi para penghuni bumi Indonesia. Sebab faktanya, keterpurukan yang melanda bangsa ini pun rupa-rupanya bersumber pada kelumpuhan moral. Lalu, bagaimana menumbuhkan semangat ke-Indonesiaan dalam konteks kekinian? Berikut hasil petikan wawancara wartawan Radar Tegal, Akhmad Syaefudin, dengan politisi muda Kabupaten Tegal, Eko Mahendra, S. Sos, beberapa waktu lalu.

Beberapa waktu lalu, Gus Dur menggagas perlunya kebangkitan nasional jilid 2, tanggapan anda?
Sebagai wacana, gagasan itu sah-sah saja, apalagi semangat nilainya adalah kemaslakhatan bangsa. Kedua, pada level sosial, saya melihat gagasan Gus Dur itu relevan untuk didengungkan kembali, tetapi mungkin harus pada wilayah yang lebih ilmiah. Katakanlah seperti workshop kebangkitan nasional yang menghadirkan segenap pakar lintas sektoral guna merumuskan gagasan tersebut secara lebih konseptual.

Bukankah situasi di sekitar sejarah Boedi Oetomo berbeda dengan situasi kekinian Indonesia?
Kompleksitas permasalahannya mungkin bebeda. Tetapi latar dominannya tetap sama, yakni keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan. Situasi semacam ini selalu membuka jalan bagi keterlibatan pihak luar, termasuk penjajah. Dalam wujudnya yang lebih modern, penjajahan itu bisa bernama IMF, World Bank, PBB, Amerika Serikat, dan lainnya. Dan Indonesia hari ini bukanlah Indonesia yang merdeka dengan sesungguhnya. Karena secara ekonomi dan politik, toh kita masih diintervensi oleh kekuatan lain di luar negara kita. Itu sebabnya banyak teoritisi sosial yang menyebut sistem ekonomi liberal-kapitalis sebagai bentuk penjajahan baru. Karena tatanan demikian juga eksploitatif.

Tapi nyatanya, kemandirian ekonomi belum menjadi prinsip kepemimpinan para penguasa kita?
Inilah problemnya. Para pemimpin kita belum memiliki karakter negarawan yang mau secara sungguh-sungguh memikirkan nasib bangsanya di masa depan. Lagi-lagi BUMN kita diperjualbelikan, diprivatisasi. Sumber-sumber alam kita juga dikeruk habis-habisan justru oleh negara lain. Kita tak pernah membayangkan bahwa asset Freeport yang triliunan itu sekitar 90%nya justru mengalir ke Amerika. Kita hanya kebagian 10%. Lalu bagaimana perasaan rakyat Papua? Ini juga soal distribusi keadilan yang tidak merata. Maka kalau ada separatisme seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka,red), latarnya selalu keadilan ekonomi. Makanya, dalam situasi semacam ini sungguh dibutuhkan tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Natsir, Agus Salim, Cokroaminoto, Wachab Hasbullah, dan banyak lagi. Mereka memiliki komitmen kebangsaan yang kuat terhadap negerinya.

Pancasila sebagai ideologi berbangsa dianggap mandul untuk menjadi roh kebangsaan. Kenapa demikian?
Ada kesalahan terbesar yang dilakukan Orde Baru terhadap Pancasila. Rezim ini telah melakukan sakralisasi atas Pancasila, tetapi pada saat yang bersamaan mereka sendiri tidak cukup Pancasilais. Artinya, kelompok-kelompok yang diberangus Orde Baru saat itu sebenarnya bukan musuh Pancasila, tetapi musuh rezim. Artinya Pancasila hanya dijadikan alat legitimasi belaka, sehingga justru memunculkan antipati sebagian kalangan. Kedua, kesadaran ber-Pancasila pun saat itu cenderung diformalisasi secara koersif, misalnya melalui penataran P4. Makanya, Pancasila justru menjadi asing bagi masyarakatnya sendiri.

Lalu, apa yang mungkin dilakukan untuk mengupayakan perbaikannya?
Pertama, jadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa di isi dengan semangat nilai masyarakatnya yang beragam. Kedua, kita sebagai bangsa pun perlu merefresh kesadaran kebangsaan kita. Karena harus diakui, ikatan sosial kebangsaan kita terbilang rapuh. Dulu, ketika ada musuh bersama berupa penjajah, kesadaran kolektif sebagai bangsa mungkin muncul. Lalu, bagaimana dengan generasi baru saat ini yang tak pernah bersinggungan dengan latar sosial semacam itu? Inilah yang harus kita rumuskan bersama secara terbuka. (Radar Tegal, 17 Mei 2008)
Baca lainnya »
Baca lainnya »
 

© Copyright 2008-2013 DPC PPP Kabupaten Tegal | Design by Eko Mahendra Ridho | Powered by Blogger.com.