Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan menilai upaya memperkokoh semangat kebangsaan perlu terus ditegakkan dalam kehidupan umat Islam demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu penerapan ajaran Islam juga memerlukan penyelarasan dengan nilai-nilai nasionalisme yang telah berkembang sejak lama di tanah air.
"Jadi umat Islam akan semakin terpupuk dengan paham kebangsaan ataupun jiwa nasionalisme, yang tidak memungkinkan keberadaannya berseberangan dengan keindonesiaan, baik saat ini maupun di masa mendatang," jelas Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan MPR RI di Jakarta, Selasa (17/5).
Irgan yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PPP merasa penting menegaskan hal itu, mengingat akhir-akhir ini terjadi stigmatisasi “negatif” terhadap Islam di Indonesia melalui isu terorisme dan Negara Islam Indonesia (NII), di samping berkembangnya kelompok “sempalan” (splinter group) yang hanya mengartikan Islam secara sempit dan berimplikasi menguatkan stigma negatif itu.
Adanya situasi yang tidak menguntungkan itu, kata Irgan, Fraksi PPP MPR mengagendakan pembahasan tema “Islam dan Nasionalisme” dalam seminar sehari, Rabu (18/5) di Gedung Nusantara IV MPR, Jakarta dan menghadirkan pembicara antara lain pakar politik Islam Bachtiar Effendy, cendekiawan Nahdlatul Ulama Masdar Farid Mas’udi, dan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin.
Irgan mengatakan, kegiatan seminar merupakan rangkaian perhelatan Muktamar VII PPP yang akan digelar di Bandung, Jawa Barat pada 3-6 Juli 2011. Hasil seminar itu pun akan dibawa ke Muktamar VII PPP guna dibahas lebih lanjut oleh peserta muktamar, selanjutnya diharapkan menjadi bahan rekomendasi nasional PPP terkait menyikapi permasalahan umat, kebangsaan, dan politik di Indonesia.
Pencerahan
“Para peserta seminar akan mendapatkan buku tentang nasionalisme dan keislaman yang ditulis para pakar politik dan keislaman, untuk mendapatkan warna Islam Indonesia yang sesungguhnya,” ujar Irgan.
Irgan mengaku, melalui pembahasan tema itu peserta seminar diharapkan mendapat pencerahan agar mengembangkan tradisi keislaman yang bertumpu pada harmoni kebangsaan baik untuk kepentingan dakwah ataupun perjuangan politik.
Dengan demikian, lanjutnya, pelaksanaan ajaran Islam tidak ditampilkan dalam semangat anti NKRI sekaligus memberi peluang lahirnya gejala penyempalan nilai-nilai Islam yang merugikan umat Islam pada umumnya, seperti munculnya aktivitas kekerasan atau dengan jalan terror bom.
“Karena hakikat Islam itu mengedepankan rahmatan lil ‘alamien berupa ajaran damai dan cinta pada negara,” katanya.
Irgan meyakini, dengan konsep damai dan cinta negara maka stigma negatif pada Islam dengan sendirinya menjadi hilang. “Kami juga mengharapkan agar stigma negatif tidak diciptakan oleh kelompok mana pun untuk memojokkan umat Islam di Indonesia,” tandas Irgan. (Suara Merdeka, 20 Mei 2011)