Perginya
Sosok Teduh, Buya Ismail Hasan Metareum
Azan
zuhur baru saja diserukan muazin, suaranya memancar dari menara. Keranda yang
dipanggul pelan-pelan meninggalkan rumah yang berada di kompleks perumahan DPR
Joglo, Jakarta Barat. "Semua yang bernapas akan mati," begitu arti
untaian huruf Arab yang menempel kain bagian sisi keranda.
Di
dalam keranda itu, jasad bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Ismail Hasan Metareum dibaringkan tenang. Sabtu pekan lalu, saat jarum jam
menunjuk 04.50 subuh, Buya meninggalkan fananya dunia setelah sepekan dirawat
di Rumah Sakit Pelni Petamburan, Jakarta.
Teungku
Cik-demikian orang Aceh memanggilnya sebagai penghormatan untuk ulama
besar-belakangan memang sakit-sakitan. Bahkan cuci darah, yang telah dijalani
selama ini akibat penyakit gagal ginjal, tak mampu menolak takdir akhirnya,
pekan lalu.
Siang
itu, seusai disembahyangi di Masjid Quba Joglo, jenazah Buya dibawa ke tempat
peristirahatan terakhirnya Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Sejumlah tokoh
politik, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melayat di rumah duka.
"Kita kehilangan tokoh besar dalam pentas politik Indonesia," ujar
Ketua Umum PPP Hamzah Haz.
Di
mata Hamzah, Buya adalah sosok rendah hati dan berusaha tak mau menyakiti siapa
pun. Juga terhadap diri Hamzah, walau sempat bersaing memperebutkan pimpinan
tertinggi di Partai Ka'bah. Senada dengan Hamzah, bekas anggota DPR dari PPP
Zain Badjeber memotret Buya Ismail sebagai sosok teduh. "Jika bicara, ia
pelan, pidatonya tidak berapi-api," katanya kepada Tempo.
Meski
penampilannya tenang, kalem, menurut Zain, bukan berarti Buya seorang penakut.
Ia mencontohkan bagaimana kerasnya suara PPP mempersoalkan kecurangan yang
dilakukan pemerintah Orde Baru terhadap hasil Pemilu 1992 di sejumlah daerah.
Semua protes itu disuarakan lantang oleh Buya, padahal ketika itu situasi
politik dan pemerintah dianggap masih represif. Alhasil, orang dekat Soeharto
yang bekerja di Sekretariat Negara dan kelak menjadi menteri agama meneleponnya.
"Intinya, Pak Ismail Hasan diminta untuk tidak neko-neko,"
kata Zain Badjeber sambil mengingat-ingat masa silam.
Ketika
itu, masih menurut Zain, Buya menjawab teror itu dengan tenang,
"Pemerintah jangan campur tangan. Ini urusan partai kami," tutur Zain
Badjeber.
Pada
Pemilu 1997, Buya kembali menunjukkan bukan sekadar ayam sayur dalam menghadapi
penguasa Orde Baru. PPP kembali bersuara lantang mempersoalkan penyimpangan dan
kecurangan selama pemilu oleh aparat penyelenggara, yang mengakibatkan kualitas
pemilu buruk. Walau, setelah itu, seraya meminta maaf kepada pendukungnya, ia
meneken hasil pemilu.
Buya
dilahirkan dalam keluarga ulama di Metareum, Sigli, Kabupaten Pidie, Nanggroe
Aceh Darussalam, pada 4 April 1929. Ayahnya, Teungku Hasan, memimpin pesantren
di sana. Setelah menamatkan sekolah dasar dan lanjutan pertamanya di Aceh, ia
melanjutkan sekolah lanjutan atas di Jakarta. Selesai SMA, ia masuk Fakultas
Hukum Universitas Indonesia sampai lulus.
Ismail
remaja pernah menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) Banda Aceh. Setelah
pindah ke Jakarta, ia dipercaya menjadi Wakil Ketua Pelajar Islam Indonesia
(PII) cabang Jakarta. Ia pun melebarkan sayap aktivitas organisasinya dengan
bergabung ke Himpunan Mahasiswa Islam. Di organisasi ini, ia pernah duduk
sebagai wakil ketua umum dan bahkan ketua umum. Pada saat bersamaan, tahun
1955-1960, ia Ketua Komite Kerja Pemuda Islam In-donesia.
Karier
politik dimulainya saat bergabung Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) menjelang
Pemilu 1971. Pada tahun yang sama ia terpilih sebagai anggota DPR. Ia pernah
menduduki Wakil Ketua DPR/MPR. Buya juga dikenal sebagai guru. Ia pernah
menjadi dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia serta dosen Fakultas Hukum
Universitas Tarumanagara. Tahun 1984, Buya terpilih Ketua Umum DPP Partai
Persatuan Pembangunan hingga 1994. Dari perolehan kursi DPR, kepemimpinan Buya
Ismail pun terbilang sukses. PPP mampu menambah jumlah kursi di DPR dari 61
menjadi 62 kursi (pada Pemilu 1992) dan melonjak dari 62 kursi menjadi 89 kursi
(Pemilu 1997).
Biodata:
Nama : Ismail
Hasan Metareum, SH
Lahir : Sigli,
Aceh 4 April 1929
Meninggal :
Jakarta, Sabtu 2 April 2005
Agama : Islam
Isteri : Mariani
(Nikah 1959)
Anak :
Ratna Zahara
Nasaruddin
Hilman
Mustafa Basri
Taufiqurrahman
Jabatan Terakhir:
Wakil Ketua
DPR/MPR
Pendidikan:
Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Pekerjaan:
- Dosen/Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti
- Anggota DPR RI
- Sekretaris Fraksi PPP
- Penasihat Fraksi PPP
- Ketua Komisi
- Ketua DPR/MPR
Organisasi:
- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) dua periode 1989 hingga 1998
- Ketua Umum HMI (1957-1960)
Kegiatan Lain:
- Pemrakarsa Forum Keprihatinan untuk Aceh (1999)
- Penasihat Taman Iskandar Muda (komunitas masyarakat Aceh) di Jabotabek.