Slawi - sejumlah orang seringkali salah kaprah dalam memaknai emansipasi wanita. Diantaranya memaknai emansipasi sebagai bentuk kebebasan perempuan, bahkan memaknai emansipasi sebagai peralihan kekuasaan dari kaum laki-laki kepada kaum perempuan. Berbeda dengan konsep emansipasi dalam Islam, yang lebih mengedepankan peran perempuan sesuai kodratnya. Hal itu diungkapkan Eko Mahendra, S.Sos, yang saat ini duduk sebagai Wakil Sekretaris DPC PPP Kabupaten Tegal. Emansipasi dalam konsep Islam, menurutnya, lebih berpegang pada aturan-aturan yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
“Dalam Islam, emansipasi itu sudah ada pakemnya. Termasuk didalamnya mengatur peran perempuan sesuai dengan kodratnya.” Demikian ujarnya saat menghadiri kegiatan Pelatihan Kader Perempuan yang diselenggarakan oleh Wanita Persatuan Pembanguanan (WPP) Kabupaten Tegal. Emansipasi yang Islami itu seperti misalnya dicontohkan oleh WPP. Konsep kesetaraan gender yang diserukan oleh WPP, menurutnya, tidak pernah mengesampingkan peran, tugas dan fungsi seorang perempuan. Dimana perempuan tetap mengutamakan keluarga serta pendidikan anak-anaknya, disamping peran sosial kemasyarakatannya.
“Tugas dan tanggungjawab perempuan sangat berat. Ini yang perlu dipahami dalam menerapkan konsep emansipasi,” ujarnya. Eko mengharapkan kepada setiap perempuan agar memahami konsep dasar emansipasi agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap penerapannya. Diharapkan pula agar pemahaman konsep emansipasi tidak diartikan oleh kaum perempuan sebagai kebebasan tanpa batas. Sehingga perempuan dapat berkarya nyata dengan tetap mengindahkan kodratnya, sebagai istri maupun ibu bagi anak-anak.
“Kodrat dari Tuhan tidak bisa dilawan dengan pemikiran manusia. Hendaknya emansipasi dapat lebih dipahami, karena konsepnya dalam Islam sangat jelas,” ujarnya. (Radar Tegal, 6 Juni 2008)