Slawi - Sejumlah proyek fisik Kabupaten Tegal hasil pekerjaan tahun anggaran 2007 dinilai amburadul. Bahkan berdasarkan temuan Komici C DPRD Kabupaten Tegal, beberapa proyek di antaranya dikerjakan secara asal-asalan. Sekretaris Komisi C, Rasikin, Selasa (15/1) mengatakan, berdasarkan hasil peninjauan selama sepekan terakhir dalam proyek fisik tahun anggaran 2007 tersebut terdapat empat proyek yang kualitasnya tidak sesuai bestek. Di antaranya pembangunan bronjong penahan tebing sungai Cacaban di Desa Kebandingan, Kedungbanteng, urukan bronjong yang dialokasikan kurang lebih Rp 400 juta hilang terseret arus, hancurnya lantai saluran limbah di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Kedungbanteng yang dianggarkan Rp 70 juta.
Kemudian pembangunan rest area yang baru selesai 73 persen dan tidak jelas rampungnya. Padahal pengerjaannya sudah satu tahun lebih dan termasuk salah satu mega proyek di tahun 2007. ”Selain menemukan pekerjaan proyek asal-asalan, Komisi C juga mendapati proyek fisik di bawah standar seperti perbaikan penahan badan jalan sepanjang 5 km yang tidak maksimal, serta ambrolnya talud akibat terjangan banjir sehingga jika tidak diperbaiki lagi, badan jalan yang ada akan ikut-ikutan rusak,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga menjumpai lubang-lubang serta retakan di badan jalan antara jalur Balamoa-Warureja. Padahal perbaikan jalan yang menelan anggaran hingga Rp 973.573.231 tersebut baru dirampungkan Oktober lalu. ”Dengan adanya hasil temuan lapangan tersebut, Komisi C akan memanggil rekanan pelaksana proyek dan Dinas terkait pada Senin pekan depan,” cetusnya.
Tindakan darurat
Sementara Wakil Ketua Komisi C, Eko Mahendra SSos, meminta DLHKP secepatnya melakukan tindakan darurat terhadap ambrolnya teras TPA Penujah sepanjang 30 meter dan saluran sumur licit sepanjang 70 meter akibat tidak kuat menahan longsoran material sampah lebih dari 2.500 meter kubik. ”Ada dua alternatif solusi mendesak yakni meratakan tumpukan sampah atau membuka lahan baru yang mudah dijangkau truk pengangkut sampah. Memang tidak ditemukan kejanggalan pada pembuatan banguanan tersebut, dan keduanya jebol lebih banyak disebabkan kelabilan tekstur tanah di sekitarnya,” tukasnya. (Wawasan, 16 Januari 2008)