Jakarta - Hari ini, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) genap 38 tahun. PPP berharap suara mayoritas. Itulah target akhir dari penegasan identitas sebagai partai Islam. Ijtihad politik di tengah alergi partai lainnya menggunakan idiom Islam.
Setidaknya dari spanduk dan baliho yang tersebar di berbagai sudut Ibukota Jakarta, slogan ‘The Eeal Moslem Party’ menjadi penegasan di tengah partai Islam lainnya yang telah menanggalkan identitas ke-Islamannya. Sebut saja PKS melalui Musyawarah Nasional (Munas) pada Juni tahun lalu yang menanggalkan identitas ke-Islamannya.
Langkah PPP mempertegas sebagai partai Islam sejatinya tidaklah mengejutkan. Karena sejak kelahirannya melalui fusi yang terdiri dari Partai NU, Perti dan PSII. Perti merupakan kumpulan dari partai politik berlatar belakang Islam pada 1973. Sejatinya, penegasan menjadi partai Islam saat ini bukan hal baru bagi PPP.
Penguatan untuk menggarap secara serius ceruk suara muslim memang tidak main-main dilakukan PPP. Salah satunya, gerilya PPP di kantung basis suara NU di pulau Jawa menjadi bukti, partai berlambang ka'bah ini cukup serius menggarap suara basis Islam.
Langkah PPP ini memang secara kalkulasi matematika cukuplah taktis, menyasar kelompok mayoritas di Indonesia, yaitu muslim. Apalagi, di segmen pemilih ini, partai politik lainnya telah meninggalkannya.
Setidaknya idiom dan label Islam telah ditanggalkan. "Target kami menjadi tiga besar dalam Pemilu 2014," cetus Wakil Ketua Umum DPP PPP Chozin Chumaedy kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (5/1/2011).
Chozin menegaskan, pilihan PPP untuk meneguhkan diri sebagai partai Islam bertujuan sebagai representasi partai umat di Indonesia. "Politik PPP tidak kanan fundamentalistik dan kiri liberalistik," cetusnya.
Pilihan PPP dengan ideologi Islam tengah juga bukan tanpa alasan. Karena Islam tengah pulalah menjadi ciri khas muslim Indonesia. Apakah pilihan ini juga simetris dengan perolehan suara PPP dalam Pemilu?
Jika merujuk perolehan suara dalam Pemilu pasca reformasi, perolehan partai politik Islam memang cenderung turun dari pemilu ke pemilu jika dibandingkan dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1955 gabungan partai politik Islam mencapai 43,7%.
Langkah PPP sebagai representasi partai Islam moderat merupakan lompatan cukup penting setelah sebelumnya identik sebagai partai Islamis. Contohnya saat amandemen UUD 1945 pada 1999-2002, PPP bersama Partai Keadilan (PK) dan PBB mengusung agenda memasukkan tujuh kata piagam Jakarta dalam UUD 1945.
Jika menilik hasil Pemilu pasca reformasi, PPP memang mengalami tren penurunan suara. Dalam Pemilu 1999 lalu, PPP meraih suara 10,71 persen atau 58 kursi DPR. Pemilu 2004, kembali melorot di 8,15% atau 58 kursi. Sedangkan dalam Pemilu 2009 lalu, PPP memperoleh suara 5,32% atau 38 kursi di DPR.
Langkah PPP belakangan memang cenderung inovatif. Seperti merangkul para kyai NU di Jawa Timur. Di samping itu, PPP juga menerbitkan petunjuk pelaksana (Juklak) yang membolehkan siapapun bisa menjadi pimpinan partai meski sebelumnya belum menjadi pengurus. Berharap berkah mayoritas. (Inilah.com, 6 Januari 2011)