JAKARTA - Ketua Fraksi PPP DPR, Hasrul Azwar, mengatakan bahwa kekerasan yang terjadi di beberapa daerah bukan semata-mata disebabkan faktor agama, tetapi lebih karena semakin tipisnya rasa keindonesiaan. "Saya sedih melihat bangsa ini bisa berkelahi hanya karena bola, karena etnis, karena gengsi, karena perbedaan fakultas dalam satu kampus dan lain sebagainya. Sifat asli Bangsa Indonesia yang ramah, gotong royong, saling menghormati tidak ada lagi," katanya dalam diskusi "Kekerasan Agama dan Peran Negara" di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, keteladanan harus benar-benar ditunjukkan elit bangsa agar rasa permusuhan antaranak bangsa bisa redam. "Terakhir itu adalah Buya Hamka yang memiliki sifat kepemimpinan yang bisa diteladani. Ketika beliau bicara, maka selesai semua masalah," katanya.
Ketua Umum Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu, mengatakan bangsa Indonesia memiliki Bhineka Tunggal Ika yang tidak dimiliki bangsa lain. Toleransi telah diajarkan nenek-moyang bangsa ini yang seharusnya dapat terus dipelihara agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia, katanya. "Mpu Tantular yang menggagas Bhineka Tunggal Ika pun tidak pernah berpikir bahwa slogan itu mampu menyatukan bangsa yang besar ini," katanya.
Kalau bangsa ini bisa menjalankan Bhineka Tunggal Ika secara konsisten dan masyarakat bisa hidup saling berdampingan dan bergandengan tangan, tentunya hal itu akan menjadi barometer yang bukan hanya akan membawa bangsa ini lepas dari krisis, tapi juga dapat mempengaruhi dunia, kata Denny.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim, menegaskan para tokoh-tokoh bangsa hendaknya bisa mencarikan solusi untuk kondisi bangsa seperti ini dan bukan hanya sekedar menghujat dan memanaskan suasana. "Saya melihat sekarang berbagai diskusi yang digelar itu hanya memojokkan orang lain saja, tidak ada yang mau berkaca pada diri sendiri, apalagi memberikan solusi atas berbagai masalah yang mereka pun turun menciptakannya," jelasnya.
Berbagai kasus kekerasan, kata dia, seharusnya jangan ditonjolkan aspek politiknya saja, tapi tidak ada pertanggungjawaban dalam memproses kasus-kasus yang terjadi. "Jangan ditampilkan isu politiknya, tapi pertanggungjawaban dalam memproses kasus ini dengan membawa yang salah ke muka hukum. Maalahnya, aparat penegak hukum seringkali justru tersandera oleh kelompok-kelompok kepentingan," katanya. (Republika, 11 Februari 2011)