Jakarta
- Pasca pemilu 1999, eksistensi partai-partai Islam dan partai-partai yang
berbasis masa Islam cukup menonjol. Peran partai-partai inipun terus
diperhitungkan ketika Amin Rais, yang merupakan tokoh Muhammadiyah dan
berkiprah di Partai Amanat Nasional (PAN) menggagas poros tengah.
Artikulasi
politik dari poros tengah ini mengantarkan tokoh NU, yang juga pendiri Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Abdurrahman Wahid menduduki kursi presiden.
Sementara Amien Rais, yang merupakan tokoh Reformasi, menduduki kursi MPR.
Sementara kalangan pun menilai periode ini sebagai kebangkitan politik Islam.
Atau tepatnya, bila meminjam polarisasi daru Clifford Geertz, periode ini
sebagai kebangkitan politik santri. Apalagi saat itu, Ketua DPR juga diduduki
Akbar Tanjung, yang merupakan tokoh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Bila
menegok pada hasil Pemilu 2009, ada dua partai yang berasaskan Islam dan dua
partai yang berbasis massa Islam. Yaitu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKS).
Menurut
Direktur Eksekutif Segitiga Institute, Muhammad Sukron, kepada Rakyat
Merdeka Online beberapa saat lalu (Selasa, 31/7), potensi keempat partai
ini sangat luar biasa bila ada kemauan untuk sama-sama mengusung satu calon
presiden yang merepresentasikan dan mewakiliki politik Islam. Dan ini menjadi
pekerjaan rumah bagi partai Islam itu untuk tampil kembali dan memegang kendali
politik di Indonesia.
"Tentu saja
untuk hal ini mesti diimbangi dengan persyaratan yang disepakati yang diikuti
pula oleh intensitas komunikasi politik dari parpol Islam itu sendiri. Oleh
karena itu koalisi partai Islam mutlak harus dilakukan untuk memunculkan kader
dan diikutkan pada kontestasi pemilihan presiden tahun 2014 mendatang,"
demikian Sukron. (RMOL, 31 Juli 2012)