Slawi – Ada satu catatan menarik dalam demo empat kelompok massa terhadap anggota DPRD Kabupaten Tegal yang Sabtu (28/8) lalu dilantik Ketua PN Slawi Untung Widarto SH. Yakni, keberanian 12 anggota dari 45 anggota dewan baru untuk menandatangani kontrak politik. Proses penandatanganan kontrak politik itu pun dilakukan tanpa paksaan. Hanya imbauan moral yang disodorkan Aliansi Rakyat Menggugat (Alarm). Bahkan bagi yang tidak berani melakukan langkah seperti itu, tidak masalah bagi kelompok massa tersebut.
Ke-12 anggota dewan baru yang menandatangani kontrak politik itu, terdiri atas dua anggota yang berasal dari PPP, yakni Eko Mahendra SSos dan A Mujaeni. Empat dari PAN, yakni Ir Muanas, Drs A Taufiqurrochman, Ahmad Zaki SS, dan Ir Khaerudin. Dari PKB hanya H Ahmad Husen SAg yang juga Ketua Sementara DPRD. Dari PKS tiga orang, yakni Suherman SE, Mustofa SPdl, dan Wakhidin BA. Terakhir dua anggota PDIP yang juga mantan anggota periode sebelumnya Rojikin AH (Wakil Ketua Sementara DPRD) dan Hardjo Rasdi.
"Tolong Pak, sebelum kami sampaikan aspirasi tandatangani ini dulu. Kontrak politik untuk anggota Dewan periode 2004-2009," kata Imam Wahyudi sambil menyodorkan lembaran berisi ketentuan kontrak politik dan lembar untuk ditandatangani. "Nggak ada masalah. Di mana saya harus tandatangan?" tutur Rojikin AH dari PDI-P yang datang paling belakang ke ruang pertemuan pendemo dan anggota dewan di ruang lobi Gedung DPRD.
Siap Mundur
Dalam kontrak politik yang ditandatangani ke-12 anggota dewan itu, ada empat hal yang dikedepankan. Yakni, mereka harus siap mundur, jika terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, juga konspirasi jahat. Selain itu, terlibat penyelewengan hak dan kewenangan untuk tujuan tercela. Terakhir, harus mundur jika terjadi pengingkaran terhadap jiwa dan semangat seperti yang tercantum dalam perjanjian kontrak.
Menurut Rojikin AH, sebenarnya menandatangani kontrak politik atau tidak sama saja. Karena sebelum dilantik menjadi anggota dewan, mereka disumpah atau berjanji sesuai dengan agama yang dianutnya. Karena itu bila terjadi pengingkaran, kata dia, anggota dewan punya tanggungjawab moral yang tidak bisa disembunyikan. "Karena itulah begitu saya disodori lembar tandatangan kontrak politik, saya tidak berkeberatan," tuturnya.
Sementara itu, Imam Wahyudi dari Alarm sangat menghormati keberanian ke-12 anggota dewan yang baru saja dilantik atau mengambil sumpah dan janji berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing. "Bagi yang belum tanda tangan, tidak apa-apa. Yang jelas dapat menimbulkan persepsi kalau mereka tidak punya nyali. Mungkin juga takut di-recall. Atau tidak tahu harus berbuat apa ketika menjadi anggota dewan," tuturnya. (Suara Merdeka, 30 Agustus 2004)