PENGUMUMAN: Dibuka pendaftaran bakal calon anggota DPRD Kabupaten Tegal, mulai 1 Januari s/d 28 Februari 2013. Info: Hubungi DPC PPP Kabupaten Tegal, telp.(0283)3275717 | Eko Mahendra Ridho

Follow Us

HEADLINE NEWS

DPC PPP Kabupaten Tegal ©2008-2012 All Right Reserved. Diberdayakan oleh Blogger.
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Tampilkan postingan dengan label PEMILU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PEMILU. Tampilkan semua postingan

PPP Brebes Solid di Pilkada 2012

27 Agustus 2012


Brebes - Jajaran struktural Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Brebes kini dalam kondisi siap tempur menghadapi Pilkada Brebes tahun ini. Mereka menyatakan diri satu suara dan solid untuk memperjuangkan kebijakan partai mengusung Agung-Atho di Pilkada Brebes 2012. Bahkan, saat ini mesin politik partai sudah panas dan satu suara di garis perjuangan. Hal itu terungkap saat rapat konsolidasi pengurus dan buka bersama di kantornya, Rabu (16/8). Selain dihadiri struktural DPC, kegiatan ini juga dihadiri ketua PCNU H Athoilah serta pengurus PAC PPP.

"Kami solid satu suara, tidak ada istilah pembelotan seperti yang kabar yang terjadi di partai lain. Bagi PPP, siapa yang tidak sesuai dengan pilihan ada mekanisme untuk mengundurkan diri. Kalau tidak ditempuh, ada mekanisme AD/ART terkait dengan sanksinya. Artinya, keputusan yang diambil partai ini rujukannya adalah AD/ART sehingga wajib ditaati," ujar Ketua DPC PPP Brebes, Imam Mautridi.

Menurutnya, PPP sangat menjunjung tinggi demokrasi sehingga jika ada kader dan pengurus yang memilih claon lain, dipersilahkan untuk mengundurkan diri. Seperti halnya salah satu pengurus DPC PPP yang juga mengundurkan diri. "Misalnya, saat ini Wakil Bendahara DPC PPP, Taruni sudah memilih untuk menjadi tim dari calon lain dan sudah menyatakan pengunduran dirinya dari PPP," jelas Maturidi.

Selain membahas persiapan Pilkada, acara rapat ini sendiri diakhiri dengan buka bersama ini juga pemantapan teknis aplikasi perjuangan di lapangan. Sementara Ketua PCNU Brebes H Athoilah MSi menyatakan warga Nahdiyin sudah satu suara dan tidak ada pembelotan. Sehingga, adanya simbol-simbol warga Nahdiyin di kubu lawan merupakan bentuk pembohongan publik. "Sudah satu komando, adanya simbol NU seperti pencatutan foto Gus Dur oleh mereka adalah pembohongan publik, tidak usah terpengaruh. Kami akan konfirmasi kepada keluarga Gus Dur apakan mereka sudah ada ijin atau belum," kata Athoilah. (Radar Tegal, 15 Agustus 2012)

PPP Targetkan 15 Persen Suara Pemilu 2014

14 Agustus 2012


Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berharap bisa meraih 10-15 persen perolehan suara pada Pemilu 2014 mendatang, demikian Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PPP Fernita Darwis di Jakarta, Selasa.

"Insyaallah PPP optimis dengan target tersebut," kata Fernita.

Untuk mencapai target suara itu Ketua Umum PPP Surya Dharma Ali akan terjun langsung turun ke lapangan dan menyapa rakyat, katanya.

"Pak SDA (Surya Dharma Ali) justru sudah lebih dulu turun ke basis pemilih bahkan ke basis lawan dengan menyambangi pesantren-pesantren dan tokoh-tokoh. Ulama sebagai pemilih asal PPP agar kembali ke rumah besar umat Islam," jelas Fernita.

PPP juga merambah pemilih pemula dengan mengelar kegiatan-kegiatan nyata kepemudaan, misalnya turnamen olahraga dan kesenian.

"Ini dilakukan di banyak daerah dan merangkul teman-teman ormas pemuda Islam di Jakarta maupun di daerah seluruh Indonesia," ungkap Fernita.

Fernita menambahkan, rakyat sudah semakin cerdas dan PPP yakin dapat mendulang suara dengan target yang telah direncanakan itu. (Antara, 14 Agustus 2012)

Tim Tujuh PPP Lobi Kiai Jateng


Semarang - Dukungan DPP PPP terhadap pencalonan Ketua DPW PPP Jateng Arief Mudatsir Mandan dalam pemilihan gubernur (Pilgub) 2013 tidak main-main. PPP menerjunkan tim khusus terdiri atas tujuh anggota DPR RI untuk melobi sejumlah Kiai berpengaruh di Jateng.

Ketua DPP PPP bidang komunikasi, Muhammad Arwani Thomafi mengatakan, pembentukan tim khusus dilakukan setelah adanya pertemuan antara pengurus DPW PPP Jateng dengan DPP PPP yang dipimpin langsung oleh Ketua Umumnya Surya Dharma Ali. Dalam pertemuan yang dihadiri lengkap pengurus harian DPP PPP, disepakati untuk mengusung Arif Mudatsir Mandan sebagai Cagub.

"Kemudian ketua umum memerintahkan semua anggota DPR RI dari PPP dari daerah pemilihan Jateng untuk melakukan lobi ke para Kyai," kata Arwani, Minggu (12/8).

Tim khusus ditugasi untuk menyosialisasikan pencalonan Arif Mudatsir kepada para kyai. Selain untuk mencari dukungan, sosialisasi itu juga untuk menggali aspirasi dari daerah. Tim tujuh diberi waktu selama dua bulan untuk bekerja. Hasil penyerapan aspirasi dari para Kiai di Jateng akan dijadikan bahan pertimbangan khusus oleh DPP PPP untuk menentukan pencalonan Arif Mudatsir.

Meski DPP PPP sudah menyepakati untuk mengusung Arif Mudatsir, namun semuanya masih tergantung kepada partner koalisi nanti. Sebab dengan perolehan suara pada Pemilu 2009 yang kurang dari 15 persen, PPP Jateng tidak bisa mengusung calon sendiri.

Arwani juga mengaku beberapa tokoh masyarakat yang berminat untuk maju dalam Pilkada Jateng 2013 mendatang sudah melakukan komunikasi dengan DPP PPP. Dan hasil penjaringan nama yang dilakukan oleh DPW PPP Jateng juga sudah memunculkan nama-nama yang akan mewarnai bursa pencalonan, seperti nama Bibit Waluyo (Gubernur Jateng), Hadi Prabowo (Sekda Provinsi Jateng, dan Kukrit Suryo Wicaksono (Ketua Kadin Jateng). (Suara Merdeka, 13 Agustus 2012)

Para Kiai Mendukung Arief Mudatsir Maju Cagub Jateng

12 Agustus 2012


Semarang - Para kiai yang berafiliasi ke PPP mendukung pencalonan Ketua DPW PPP Jateng Arif Mudatsir Mandan menjadi calon Gubernur dari PPP yang akan diusung pada pilkada Jateng 2013 mendatang. Dukungan juga diberikan oleh kiai Kharismatik PPP KH Maemun Zuber dan Ketua Umum DPP PPP Surya Darma Ali (SDA).

Demikian di katakan Wakil Ketua DPW PPP Jateng Istajib AS, usai bincang Ramadan dan buka bersama remaja berprestasi se Kota Semarang. Selain mendapat dukungan dari para tokoh PPP, Arif Mudatsir Mandan juga masuk dalam daftar cagub hasil penjaringan yang di lakukan oleh Pemilu DPW PPP Jateng.

Dengan adanya dukungan yang cukup kuat tersebut, DPW PPP Jateng akan berupaya maksimal untuk merealisasikan keinginan para tokoh PPP tersebut. Khususnya permintaan sejumlah kiai.

“Ini amanat yang harus kami perjuangkan.Untuk itu DPW PPP Jateng akan berupaya maksimal untuk memunculkan Arif Mudatir sebagai Cagub Jateng,” tutur Istajib.

Arief kepada wartawan juga mengakui adanya dukungan yang cukup kuat tersebut. Sebagai kader partai, Arif menyatakan siap mencalonkan sebagai apa saja dalam pilgub Jateng 2013 mendatang.

“Jika memang dikehendaki, Saya siap dicalonkan sebagai cagub atau cawagub,” tegas Arif Mudatsir.

Menurut Istajib yang selaku Wakil Ketua Bidang Pemenang Pemilu DPW PPP Jateng, dukungan dari KH Maemun Zuber dan Surya Dharma Ali sudah dismpaikan beberapa waktu lalu. Bahkan Surya Dharma Ali yang juga menteri Agama tersebut secara khusus minta agar Pak Arif maju dalam Pilgub Jateng baik sebagai calon Gubernur atau Wakil. (PPP News, 12 Agustus 2012)

Romy: Pilpres 2014 Akan Kompetitif

11 Agustus 2012


Jakarta - Presiden SBY dipastikan tidak bisa lagi maju sebagai calon presiden pada 2014 nanti. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuzy, menilai, Pilpres 2014 merupakan era terakhir tokoh-tokoh lama berkompetisi.

"Dengan absennya figur SBY yang selama ini dominan dalam perpolitikan nasional, maka kompetisi yang terjadi akan relatif keras dan all out. Artinya, baik parpol maupun capres akan mengeluarkan seluruh kemampuannya," kata dia usai diskusi Polemik Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/8/2012).

Yang menjadi persoalan, tambahnya, dari sekian nama calon yang beredar mau tidak mau mereka memiliki satu catatan tersendiri berkaitan dengan persoalan hukum, HAM, maupun persoalan politik lainnya.

"Oleh karena itu perlu muncul pemimpin alternatif di luar nama-nama yang sudah beredar. Karena masyarakat mempunyai pilihan yang lebih jernih," jelasnya.

Dia menilai, figur-figur yang disuguhkan selama ini belum sepenuhnya memenuhi apa yang diinginkan oleh mayoritas pemilih. Ini tentu menjadi peluang yang harus dibaca oleh partai politik yang belum menentukan sikapnya untuk menjemput dan memunculkan tokoh alternatif.

"Untuk itu perlu revisi total UU Pilpres yakni ketentuan parpol untuk melakukan penjaringan terbuka dalam memunculkan capresnya. Termasuk penurunan parlementary treshold menjadi 3,5 persen," pungkasnya. (Okezone, 11 Agustus 2012)

PPP Mantap Usung Rachmat Yasin di Pilgub Jabar


Bandung – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih komitmen mengusung Ketua DPW PPP Jabar, Rahmat Yasin (RY), sebagai kader yang akan diusung menjadi calon gubernur Jabar. Menyusul adanya rumor kader Partai Demokrat Dede Yusuf akan maju melalui PPP.

“Sesuai keputusan partai pada saat Muktamar lalu, kami masih tetap mengusung ketua DPW Rahmat Yasin untuk maju pada Pilgub Jabar 2013. Jika kemudian ada kader lain yang melamar, itu soal lain. Tapi saat ini kami masih tetap mendorong Ketua DPW,”tegas Wakil Ketua DPW PPP Jabar, H Komarudin Taher saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya, Jumat (10/8/2012).

Disinggung soal adanya upaya yang dilakukan kader Demokrat Dede Yusuf mendekati partainya, Komar tidak menampik hal itu. Dia mengaku, secara formal Dede belum pernah mendatangi partainya.

”Mungkin saja komunikasi dilakukan non formal ke pengurus lain atau langsung ke ketua. Tapi sejauh ini kami masih tetap mengusung ketua DPW. Ini sudah menjadi amanah partai,”tegas Komar.

Dia menerangkan, bisa saja sempat ada pertemuan non formal dengan pengurus lain atau ketua DPW PPP dengan Dede Yusuf dan tim suksesnya.

“Sudah biasa kalau menjelang pilgub seperti ini, calon minta dukungan. Tapi sejauh ini kami tetap komitmen mendorong pak Rahmat untuk maju,”tegasnya.

Beredar informasi, kader Partai Demokrat Dede Yusuf melakukan pendekatan ke PPP untuk diusung menjadi calon gubernur. Namun, belakangan PPP masih tetap merekomendasikan ketua DPW Rahmat Yasin tetap menjadi calon gubernur. (Inilah, 11 Agustus 2012)

PPP Jadi Rebutan di Pilgub Sumatera Selatan


Medan - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diprediksi akan menjadi primadona atau 'rebutan' pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 mendatang. PPP dinilai akan menjadi daya tarik bagi parpol besar untuk dijadikan pasangan.

Hal itu ditegaskan Ridwan Rangkuty. Dia menuturkan, jika Ketua DPW PPP Sumut, Fadly Nurzal mampu memainkan peranannya dalam Pilgubsu 2013, maka PPP akan menjadi besar dan memiliki peran dan posisi penting di Sumut.

Menurut Ridwan, Pilgubsu 2013 mendatang memerlukan pasangan pelangi. "Pelangi dalam artian, bukan penggabungan dua calon yang berbeda keyakinan saja, akan tetapi calon yan berasal penggabungan dua parpol yang berideologi nasional dan agama," kata Ridwan, tadi malam.

Disebutkannya, tiga parpol besar, yakni Demokrat, PDI-P dan Partai Golkar, jika ingin menang dalam Pilgubsu mendatang, harus menggandeng parpol agama yakni PPP. Sebab, nuansa masyarakat di Sumut adalah nasionalis dan religius.

"Disinilah posisi yang seksi itu bagi PPP. Dimana PPP yang memiliki tujuh kursi, akan dilirik oleh setiap parpol besar untuk diusung menjadi pendamping dari calon yang diusung oleh parpol besar tersebut," ungkapnya.

Karena itu, lanjut Ridwan, PPP harus mematangkan posisinya sebagai wakil daripada harus ngotot mengambil gubernur dengan kondisi saat ini. Mengenai sosok Fadly Nurzal, menurut Ridwan, calon gubernur dari PPP tersebut merupakan sosok yang luwes untuk masuk ke dalam seluruh pergaulan elit politik. "Kalau Fadly bisa memainkan kondisi ini, saya yakin dirinya akan menjadi "rebutan" para elit politik di Sumut," ujarnya.

Disinggung siapa pasangan yang pas untuk berdampingan dengan Fadly Nurzal,menurut Ridwan, sosok Erry Nuradi sangat pas. Apalagi, kedua tokoh ini mewakil etnis melayu dan mandailing. "Kalau T Ery Nuradi diusung Partai Golkar, maka pasangan yang sangat cocok dan ideal adalah PPP, dan itu Fadly Nurzal," pungkasnya. (Waspada, 11 Agustus 2012)

250 Kyai Dukung Cabup PPP di Pilkada Pamekasan

02 Agustus 2012


Pamekasan – Dukungan terhadap salah satu bakal calon Bupati dan wakil Bupati Pamekasan, tak henti-hentinya mengalir kepada Achmad Syafi’i Yasin dan Kholil Asy’ari. Kali ini, sedikitnya 250 kyai mendukung keduanya maju menjadi Bupati dan Wakil Bupati dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) Pamekasan, yang akan digelar 9 Januari 2013 mendatang.

Syafi’i dan Kholil Asy’ari sebelumnya juga memenangkan konvensi DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan mengkandaskan Kholilurrahman (incumbent). Syafi’i (bakal calon bupati) dan Kholil Asy’ari (bakal calon wakil bupati) sama-sama mengemas 8 suara. Sedangkan Kholilurrahman (bakal calon bupati) hanya mampu mendapatkan 5 suara bersama Mujahid Anshori (bakal calon wakil bupati) yang mendapatkan 5 suara.

Bahkan, baru-baru ini surat dukungan dari 172 pengurus ranting PPP telah dikirim ke DPW Jawa Timur dan DPP PPP untuk membuktikan dukungan massa dari bawah. Tak kalah pentingnya, ulama besar PPP yang juga pengasuh Ponpes Darul Ulum Banyuanyar, KH. Muhammad Syamsul Arifin, juga menginginkan Syafi’i dan Kholil Asy’ari untuk maju menjadi Bupati dan Wakil Bupati.

KH. Muhammad Syamsul Arifin pernah menegaskan, bahwa hanya menginginkan Syafi’i dan Kholil Asy’ari maju bersama-sama. "Tidak ada yang lain. Saya hanya merestui Syafi’i jadi Bupati dan Kholi Asy’ari jadi wakilnya," katanya pada konvensi DPC PPP beberapa waktu lalu.

Sejumlah tokoh lain yang memberikan dukungan antara lain; KH Abdul Ghafur Safiuddin (Pegantenan) KH Mundzir Kholil (Larangan) K Nawawi Toha (Galis) KH Umar Faruk (Galis), KH Abdul Gaffar (Palengaan), K Kholil Muhammad (Proppo), KH Abdul Qodir Muhammad (Proppo), Kh Abdullah Muhammad (Propoo), R Nurul Taufik (Proppo), KH Zubaidi (Waru), KH Abdullah Makruf (Proppo), KH Imam Nawawi Kholil (Proppo), dan KH Hasibin (Larangan).

Dukungan juga datang dari KH Abd Ghafur (Kota), KH Ali Ridla (Pademawu), KH Ubaidillah (Kadur), KH Muhdor (Pakong), KH Mohtam (Batumarmar), KH Nasiruddin (Batumarmar), KH Ainul Yaqin (Waru), KH Rahmatullah (Pasean), KH Mosleh (Pasean), KH Abd Razak (Pasean), KH Zubaidi (Palengaan), KH Zubaidi (Waru) KH Hasrullah Makruf (Palengaan), KH Romli (Palengaan), KH Abu Yazid (Palengaan), KH Mursyid (Pegantenan), KH Abdul Hannan (Pegantenan) K Rofiudin Hafidz (Palengaan), KH Dlofir Abdullah (Palengaan), KH Hafid Samin (Palengaan), K Subhan (Pakong), KH Dahlan Misbah (Galis), K Ali Bahar (Waru), K Tijani Amari (Waru) K Abdul Majid Bahri (Kadur), K Abdur Rasyid (Kadur), K Muhtar Efendi (Kota) dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

Juru bicara ulama pendukun Syafi’i – Kholil Asy’ari, KH. Imam Nawawi Kholil mengatakan, duet mantan bupati Pamekasan, Syafi’i dan Kholil Asy’ari yang kini menjabat Ketua DPRD Pamekasan, diyakini mampu membawa perubahan kea rah yang lebih baik.

"Tidak ada pembangunan yang berarti selama ini. Dan, kami yakin Syafi’i dan Kholil Asy’ari mampu membawa mewujudkan perubahan," katanya.

Untuk itulah, pihaknya meminta DPW PPP Jatim dan DPP PPP tidak mudah percaya terhadap klaim dan janji-janji yang mengatasnamakan 203 ulama. "Ulama besar Pamekasan yang istiqomah di PPP itu KH Muhammad Syamsul Arifin, pengasuh Ponpes Darul Ulum Banyuanyar. Itu baru jadi panutan bagi PPP," tegasnya.

Lain halnya dengan Ketua PAC PPP Batumarmar, Musin Salim. Menurutnya, duet Syafi’i dan Kholil Asy’ari memang benar-benar mendapat dukungan dari bawah. Untuk itu, jika DPW dan DPP mengabaikan mekanisme partai, maka jelas akan berakibat fatal pada pemilu 2014. "Apalagi, keduanya sudah mendapat restu ulama," ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPC PPP Pamekasan, Nawawi Thoha menilai, klaim 203 ulama yang akan bergabung ke PPP jika rekomendasi turun ke Kholilurrahman itu hal wajar dalam politik. Namun yang pasti, sambung Nawawi, pihaknya bulat tetap mendukung Syafi’i dan Kholil Asy’ari untuk maju dalam Pilkada Pamekasan sesuai hasil dari konvensi DPC PPP.

"Kan lucu, kalau yang kalah konvensi dapat rekom. Jelas kami berusaha rekomendasi turun kepada pasangan Syafi’i dan Kholil Asy’ari," pungkasnya. (Berita Jatim, 2 Agustus 2012)

Pilkada Pamekasan: PPP Jadikan Konvensi sebagai Acuan

01 Agustus 2012


JAKARTA - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Bidang Pemenangan Pemilu Fernita Darwis menegaskan, hasil konvensi menjadi pertimbangan utama partainya dalam mengusung pasangan Achmad Syafi’i-Kholil Asy’ari dalam Pilkada Pamekasan.

Menurut dia, DPP PPP sangat memerhatikan aspirasi dari kader, terutama kalangan ulama. “PPP tidak mungkin meninggalkan ulama karena beliau yang menjadi tulang punggung PPP. Hasil konvensi itu merupakan referensi yang sangat kuat,” tegas Fernita dalam keterangannya, Selasa (31/7/2012).

Sementara itu, anggota Majelis Syariah DPP PPP KH Mohammad Syamsul Arifin, mengaku merestui jika Syafii Yasin maju dan menjadi Bupati Pamekasan. "Saya merestui Syafii jadi Bupati Pamekasan, bergandeng dengan Kholil Asyari," kata KH Muhammad.

Ulama kharismatik ini sudah mengomunikasikan persoalan ini dengan DPW dan DPP PPP. Mengenai kemungkinan rekomendasi tidak turun ke Syafi’i-Kholil Asy’ari, KH Mohammad enggan berspekulasi lebih jauh. Dia hanya menegaskan, pilihannya menduetkan Syafi’i-Kholil Asy’ari berdasarkan hasil istikharah dan aspirasi di akar rumput.

"Yang jelas, saya tetap ingin Syafi’i bergandeng dengan Kholil Asy’ari apapun yang terjadi. Ini sikap saya, dan sudah dikaji secara mendalam,” terangnya.

Dia mengungkapkan, pilihannya itu demi keutuhan PPP di Pamekasan secara khusus dan Madura pada umumnya. Arus bawah PPP mengharapkan Syafi’i maju kembali untuk membangun Pamekasan. Lalu Kholil Asy’ari merupakan salah satu kader terbaik PPP Pamekasan yang punya massa cukup besar. (Okezone, 31 Juli 2012)

KPU Tetapkan 9 April Hari Pencoblosan Pemilu 2014

30 Juli 2012


Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 9 April 2014 sebagai hari pencoblosan pemilihan umum untuk anggota legislatif. KPU juga memutuskan untuk memulai mempercepat pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu. 

“Kita meminta seluruh satuan kerja KPU di seluruh Indonesia bergerak mempersiapkan diri memulai rangkaian tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014 ini,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik saat launching Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2014 di Jakarta, Jumat (8/6).

Ia menyebutkan, diharapkan seluruh pihak terkait untuk menyiapkan secara optimal seluruh aspek penyelenggaraan pemilu ini seperti program, jadwal, anggaran, program, dan regulasi. “Termasuk juga aspek strategis lain yang menyangkut manajemen pemilu,” ujarnya.

Dijelaskan, KPU juga tengah menyiapkan sejumlah regulasi penyelenggaraan Pemilu 2014. Husni menegaskan, sebelum regulasi diberlakukan, pihaknya terlebih dulu berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR.

“Kita harap proses konsultasi ini tidak menjadi hambatan bagi KPU, namun sebagai upaya untuk membangun sinergi agar pemilu bisa lebih berkualitas,” jelasnya.

Parpol Peserta Pemilu 2014 akan Ditetapkan Akhir 2012

26 Juli 2012


Jakarta - Komisi Pemilihan Umum, Kamis, menyatakan akan menetapkan parpol peserta Pemilu 2014 pada 11 - 15 Desember 2012.

Sebelumnya, pada 9 Agustus - 7 September tahun yang sama, KPU membuka pendaftaran parpol-parpol peserta Pemilu 2014.

Setelah itu KPU akan memverifikasi parpol-parpol ini melalui  dua tahap, yaitu verifikasi administratif pada 11 Agustus - 14 September 2012 dan verifikasi faktual pada 4 - 10 Oktober 2012.

Sebelum sampai ke tahap itu, Kamis ini, KPU menggelar acara penyuluhan peraturan tentang pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta Pemilu Legislatif 2014 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU). 73 partai mengirimkan perwakilan untuk mengikuti ini.

"Penyuluhan ini dilakukan untuk mengkomunikasikan tahapan penyelenggaraan pendaftaran dan verifikasi parpol peserta Pemilu legislatif 2014 kepada partai-partai yang ada," kata Komisoner KPU Ida Budhiati di Jakarta, Rabu.

Ida menyebutkan pada rancangan penyelenggaraan Pemilu legislatif 2014 ada beberapa perbedaan dengan Pemilu sebelumnya. (Antara, 19 Juli 2012)

Sejarah Pemilu di Indonesia

29 November 2008

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk melakukan pergantian pemimpin. Sudah sembilan kali bangsa Indonesia menyelenggarakan pesta rakyat itu.

Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu.

Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu.

Di tengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

Pemilu 1955 
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

Periode Demokrasi Terpimpin; Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang meminjam istilah Prof Ismail Sunny-- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasinya kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pasca kudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.

Malah pada 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.

Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.

Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.

Pada praktiknya pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971, yang berarti setelah empat tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demikian lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi.

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Hasil Pemilu 1977 Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971. Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.

Hasil Pemilu 1982 Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.

Hasil Pemilu 1987 Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.

Hasil Pemilu 1997 Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.

PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.

Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.

Pemilu 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998, jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.

Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Ketiga draf UU ini disiapkan sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof Dr M Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.

Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi perdana menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya.

Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak dia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial, dan penegakan hukum serta tekanan internasional.

Hasil Pemilu 1999 Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa daerah tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.

Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai tersebut adalah sebagai berikut:

Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999adalah ; Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, PARI.

Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat pada 26 Juli 1999.

Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord.

Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.

Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.

Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.

Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.

Pemilu 2004
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah Pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999). Pada Pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.

Pentahapan Pemilu 2004 dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
Tahap pertama (atau Pemilu legislatif) adalah Pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.

Tahap kedua (atau Pemilu presiden putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.

Tahap ketiga (atau Pemilu presiden putaran kedua) adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini dilaksanakan pada 20 September 2004.
(Diolah dari berbagai sumber)

Hasil Perolehan Suara Pilpres 2004

Putaran I
No
Pasangan Calon
Jumlah Suara
%
1.
H. Wiranto, SH.
Ir. H. Salahuddin Wahid
26.286.788
22,15%
2.
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi
31.569.104
26,61%
3.
Prof. Dr. HM. Amien Rais
Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
17.392.931
14,66%
4.
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
39.838.184
33,57%
5.
Dr. H. Hamzah Haz
H. Agum Gumelar, M.Sc.
3.569.861
3,01%

Putaran II
No
Pasangan Calon
Jumlah Suara
%
2.
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi
44.990.704
39,38%
4.
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
69.266.350
60,62%

Baca lainnya »
Baca lainnya »
 

© Copyright 2008-2013 DPC PPP Kabupaten Tegal | Design by Eko Mahendra Ridho | Powered by Blogger.com.