Jakarta
- Beberapa partai politik memberi peran strategis kepada kaum perempuan
dalam struktur pengurusnya. Namun tak sedikit yang memberi peran figuran untuk
sebuah formalitas yang ditentukan undang-undang. Kaum perempuan hanya
ditempatkan pada posisi seperti sekretaris, bendahara atau peran-peran yang
terkait dengan konsumsi, dan kesenian.
Sebagian
partai politik berusaha memenuhi batas minimum kuota perempuan. Karena
langkanya kader perempuan yang dimiliki tidak jarang aroma nepotisme dalam
rekrutmen calon anggota legislatif pun sulit dielakan. Soal kualitas calon
perempuan masih menjadi tanda tanya, karena tidak sedikit partai politik yang
belum sempat menempa kader-kader srikandi yang mempunyai untuk ditampilkan
sebagai wakil rakyat yang cerdas, trengginas mampu menangkap aspirasi rakyat
dan paham lika-likunya politik tetapi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah
mengambil langkah tegas untuk peranan wanita dalam kiprahnya dengan
memasukkannya maksimal 30 % Quota wanita dalam AD-ART nya.
“Ini
adalah langkah strategis sebuah partai Islam yang pada ajaran Islamnya
bagaimana dalam Islam menghormati peran dan jasa seorang wanita,” kata Dyah
Anita Prihapsari atau yang akrab disapa Nita Yudhi
Ditambahkan
oleh Nita Yudi , Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak
merupakan perintah UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan Pemilu wajib menjamin hak yang sama antara laki-laki dan
perempuan untuk menikmati hak sipil dan politik. Hambatan bagi partisipasi
perempuan dalam kehidupan politik tidak boleh ditolerir, karena dapat
menghambat pertumbuhan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dan mempersulit
perkembangan potensi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Berbicara
tentang keikutsertaan perempuan di dunia politik saat ini dinamika perbedaan
itu adalah hal yang wajar dan memperkaya khasanah intelektual dan pemahaman
kita atas persoalan. tentu masing-masing pendirian perihal keikutsertaan
perempuan dalam politik memiliki dasar argumentasi sendiri-sendiri. boleh
perempuan untuk serta berpartisipasi dalam kancah politik, bahkan sangat
dianjurkan. Tentu saja dengan batasan dan rambu-rambu syar’i yang harus diperhatikan.
mengambil argumentasi.
“Bahkan
wanita memiliki kelebihan di sifat dan karakternya yang halus, lembut,
berperasaan, peka hati nuraninya, yang tentu saja, dalam konteks politik
kebijakan, akan bermanfaat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang sensitif dan
pro masyarakat.”,Ungkapnya
Saat
ditanya oleh kru media Bina Persatuan tentang harapan PPP di usianya yang ke 39
tahun, Ibu cantik yang energik ini mengatakan. Bahwa PPP sudah termat matang
dan dewasa dalam kiprah politiknya dan ini selaras dengan Visi PPP sendiri
yaitu “Terwujudnya masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT dan negara
Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, bermoral, demokratis, tegaknya
supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta
menjunjung tinggi harkat-martabat kemanusiaan dan keadilan sosial yang berlandaskan
kepada nilai-nilai keislaman.”
Jadi
berangkat dari itu semua PPP bisa dan akan selalu mewarnai peran-peran
demokrasi yang strategis di negeri ini dalam merumuskan kebjakan-kebijakan yang
pro rakyat.
Dengan
Meneguhkan PPP Sebagai Rumah Besar Ummat Islam , PPP ini bahkan lebih
besar sebagai ‘rumah besar Ummat Islam’. Tetapi memperluasnya pula
dengan upaya untuk menaungi unsur-unsur non partai dalam ummat Islam. Hal yang
perlu diingat, upaya merengkuh berbagai elemen tersebut dalam satu rumah besar
mungkin tidak sulit, tetapi merawat persatuan antar-elemen yang bergabung harus
disadari bukan hal yang mudah. PPP bagaimana membangun mekanisme transparansi
yang memungkinkan terbukanya akses terhadap informasi dan sumberdaya. Itu semua
tidak bisa dicapai secara instan hanya dengan membengkakkan jumlah pengurus
partai untuk mengakomodasi tokoh-tokoh dari unsur yang bergabung sebagaimana
yang kini diwacanakan dalam muktamar.
Rumah
Besar bisa jadi menjadi bentuk pertaruhan politik PPP dan semua ini menjadi
tantangan kader dan fungsionaris PPP dalam merealisasikan program 12 juta
kader. Karena sejauh ini PPP tidak memperlihatkan capaian yang kian membaik
dari pemilu ke pemilu, namun malah terus-menerus terpuruk. Bila pada pemilu
terakhir Orde Baru PPP mampu mendulang suara 22,4 %, di ketiga pemilu
berikutnya PPP menunjukkan performa yang memburam. Pada Pemilu 1999 suaranya
jeblok menjadi 10,7 %. Kemudian dalam Pemilu 2004 dan 2009 berturut-turut
merosot menjadi 8,2 % dan 5,3 %. Tren turunnya perolehan suara tersebut sungguh
membuat galau para kader dan fungsionaris PPP, apalagi bila nanti besaran
parliamentary threshold (PT) diputuskan sebesar 4-5% bukan mustahil pada Pemilu
2014 akan tenggelam.
Nah
semua itu adalah pekerjaan rumah tangga para kader dan fungsionaris PPP dalam
menyikapi kegalauan dan keresahan para konstituennya. Sebagaimana yang sering
kita dengar dari Ketua Umum DPP PPP mengatakan “Untuk menyiapakan 12 juta Kader
pedesaan tidaklah sulit, apalagi kader PPP tersebar dipelosok tanah air”.
Selanjutnya
Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali menekankan agar para fungsionaris dan
pimpinan PPP harus bersiap-siap memenangkan Pemilu yang akan datang, karena PPP
sudah mendapat dukungan dari sejumlah kyai pesantren yang kharismatik, semua
persiapan sudah terealisaikan tinggal bagaimana kita dan teman-teman kader PPP
yang ada di structural atau non structural mengimplementasika semuanya pada
program-program yang tepat dan akurat dalam pengertian tepat sasaran.
Jika ada Fenomena, bahkan
hasil survey yang mendiskreditkan PPP dalam kiprah politiknya di masa yang akan
datang adalah tugas kita semua sebagai kader dan fungsionari PPP untuk
memberikan kepercayaan dan motivasi kepada konstituen serta masyarakat luas.
Dengan memberikan pencerahan Ghiroh yang terus kita bangkitkan di benak para
kadernya. (Bina Persatuan, 5 Agustus 2012)