Jakarta - Nasib
dan masa depan partai-partai Islam, untuk sebagian, bagai telur di ujung
tanduk. Partai-partai Islam diprediksi belum bisa berbuat banyak dalam pemilu
2014. Bahkan, diyakini tidak akan mampu lolos Parliamentary Threshold (PT) atau
ambang batas parlemen 3,5% seperti yang sudah ditetapkan. Adakah alternatif
solusinya?
Pandangan
pesimistis atas partai-partai Islam itu tidak terlepas dari performance partai
lslam sendiri yang memudar akhir-akhir ini. Parpol berbasis massa Islam seperti
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang
(PBB) memang menghadapi paceklik dukungan publik.
Direktur
Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, pada 2014 partai Islam masih
akan terus berada di bawah partai nasionalis. "Electoral threshold 3,5% saya yakin partai islam
tidak akan lebih dari 3%. Tidak ada partai islam yang muncul. Lebih banyak
muncul sebagai partai bayang-bayang. Tidak terlihat sebagai partai solusi
terhadap persoalan bangsa. Bahkan terindikasi sebagai partai yang kurang
Islami," jelas Ray.
Sejauh
ini partai Islam hanya terlihat waktu acara-acara kegiatan agama seperti Maulid
Nabi maupun Lebaran atau ketika ada isu-isu seperti persoalan Palestina. Dalam
kancah politik nasional, partai Islam juga dinilainya tidak bisa berbuat
apa-apa. Bahkan, partai Islam justru dikendalikan oleh Partai Demokrat. Sebut
saja PKB, PPP maupun PKS.
Partai
Islam seluruhnya masuk dalam koalisi kebangsaan di bawah Demokrat. Kalau sukses
maka terbaca sebagai kesuksesan Demokrat. Maka menjadi musibah besar kalau
partai Islam masuk dalam koalisi kebangsaan sementara dari hari ke hari,
legitimasi dan aseptabilitas parpol Islam itu terus menurun.
Kini,
jelang Pemilihan Umum Partai Politik dan Presiden 2014, partai-partai islam
terancam tinggal sejarah karena elektabilitas yang menurun tajam jdibandingkan
hasil yang diraih pada pemilu 1999, 2004 dan 2009.
Ada
beberapa alternatif untuk mencegah lenyapnya parpol Islam dari politik
nasional. Pertama, koalisi antar partai politik Islam adalah langkah strategis
yang wajib ditempuh apabila partai-partai Islam ingin tetap bertahan. Sejak era
pemilu reformasi 1999 hingga sekarang, sudah sekitar 30 partai politik (parpol)
berlandaskan Islam yang tinggal sejarah.
Kedua,
semua parpol Islam dalam Setgab Koalisi SBY mundur ramai-ramai untuk
memperlihatkan jati diri mereka sebagai kekuatan kritis yang mandiri, tidak
numpang hidup pada koalisi Demokrat yang berkuasa.
Langkah
ini agak beriesiko politik yakni kehilangan jabatan dalam kabinet, dan BUMN,
namun akan memicu respon masyarakat yang kecewa kepada pemerintah koalisi
Demokrat. Hal itu juga untuk membangkitkan spirit ke-Islaman dan revitalisasi
Islam politik itu sendiri sebagai kekuatan oposisi atau minimal kekuatan
kritis.
Ketiga,
Parpol Islam membangun platform, visi-misi dan agenda yang kredibel ditunjang
dengan figur pimpinan atau capres yang kredibel meski dari luar parpol Islam
itu sendiri sekalipun. Jika ada capres kredibel yang akseptabel di mata rakyat,
parpol Islam bisa percaya diri dan bermartabat. “Memang tidak sepenuhnya partai
politik berlandaskan Islam itu seketika langsung tinggal nama, tapi pelan-pelan
menghilang lalu benar-benar tinggal nama,” ujar Ray Rangkuti.
Publik
mencatat pada medio 1999, tidak semua partai berideologi Pancasila. Pada saat
itu, masih ada parpol yang menyebutkan asas Al-quran dan Hadits sebagai
ideologi. Kemudian, partai politik tersebut lebih dikenal sebagai Partai Islam.
Pada pemilu 2004, jenis partai Islam yang berideologikan Al Quran dan Hadist
semakin menyusut, lebih jauh lagi pada pemilu 2009 tidak terlihat tajinya.
Pada akhirnya, parpol
Islam harus segera berbenah dengan kader mumpuni dan sosok kredibel, dengan
visi-misi dan agenda yang membumi, visioner dan menyentuh jiwa kaum Muslim,
abangan dan priyayi maupun Non-Muslim. Kalau demikian, maka parpol Islam akan
mampu menegakkan ‘Islam rahmatan Lil alamin’. (Inilah, 3 Agustus 2012)