Menggiring Duet Din-Hasyim
Jakarta - Wacana koalisi antarparpol Islam alias Poros Tengah II telah dimunculkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Seperti apa ujung dari koalisi ini? Diharapkan koalisi parpol-parpol Islam ini bisa menjadi penyeimbang kekuatan dua partai besar yang saat ini ada, yaitu Golkar dan PDIP.
Menurut Din, Koalisi Poros Tengah II ini, selain akan membawa soliditas suara pemilih muslim, juga dapat menjaring dukungan pemilih lain, khususnya swing voters (pemilih yang belum melakukan pilihan), yang diyakini berjumlah sangat besar.
Ada sebuah rencana besar dari gagasan besar yang akan diusung Poros Tengah II ini, yaitu menampilkan kandidat koalisi untuk maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres). Dengan demikian, partai-partai Islam tidak lagi menjadi pelengkap semata. Koalisi ini diharapkan menjadi kekuatan riil dan dominan di pemerintahan maupun di masyarakat.
Lantas siapa calon yang akan diusung jika kelak Poros Tengah II terbentuk? Belum jelas siapa yang diusung, karena tentu masih dalam proses yang panjang. Namun, sempat ada dua nama yang telah dimunculkan untuk diduetkan: Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin. Siapa yang akan menjadi capres atau cawapres di antara keduanya masih belum disentuh.
Duet dua pemimpin NU dan Muhammadiyah ini pernah dilontarkan oleh Ketua PWNU Jabar KH Dedi Wahidi pada Peringatan Hari Lahir ke-84 NU di Solokanjeruk, Majalaya, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu.
Bisakah dua tokoh ini bersatu dan bekerja sama? Sepertinya keduanya memiliki senyawa yang sama. Berlatar belakang pendidikan yang sama-sama alumni Pondok Pesantren Gontor, kedua tokoh ini sangatlah harmonis. Boleh dibilang, Din dan Hasyim merupakan dua tokoh Islam yang paling harmonis dalam menjalankan organisasi masing-masing.
Dua tokoh Islam ini juga sudah dikenal luas di dunia internasional. Keduanya bahkan pernah terpilih sebagai ketua Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religion for Peace/WCRP) dalam sidang ke-8 organisasi tersebut yang berlangsung di Kyoto,Jepang 25-29 Agustus 2006 lalu.
WCRP merupakan organisasi lintas agama yang berdiri sejak 36 tahun yang lalu dan berpusat di Markas PBB di New York, menghimpun tokoh-tokoh agama dari seluruh dunia. Dengan kata lain, keduanya selama ini berbagi tugas dalam menggelorakan semangat perdamaian dan kemajemukan di seluruh dunia. Hasyim dan Din dikenal oleh dunia sebagai tokoh muslim yang moderat.
Kasn duet Din dan Hasyim di Pilpres 2009? Peluangnya tetap ada. Sebab, dua ormas Islam tersebut memiliki basis massa yang sangat besar. Bukan itu saja, pasangan Muhammadiyah dan NU ini bisa menjadi solusi alternatif bagi masyarakat yang selama ini tidak terwadahi oleh parpol-parpol yang ada.
Namun, untuk mewujudkan duet ini di pilpres bukan perkara mudah, tidak segampang membalik kedua telapak tangan. Sebab sesuai UU Pilpres, untuk maju sebagai kandidat, mereka diwajibkan mendapat dukungan parpol. Angka yang dipatok cukup besar yakni 25 persen suara atau 20 persen perolehan kursi di DPR. Nah, dengan koalisi Poros Tengah II inilah diharapkan sandungan tersebut bisa terlampaui.
Sejauh ini wacana ini secara beragam. "Sah-sah saja jika Poros Tengah II terbentuk. Tapi sayangnya kenapa yang mengusung Pak Din. Karena dia punya kepentingan politik, sebagai kandidat di pilpres," ujar pengamat politik Lili Romli.
Lili juga berpendapat, upaya merangkul kekuatan Islam yang ada cukup strategis, asalkan nantinya koalisi parpol Islam ini tidak eksklusif. Sebab bila eksklusif, hal ini bisa menimbulkan resistensi dan mengundang serangan-serangan. Apalagi jika koalisi ini hanya bersifat elitis, belum tentu mendapat persetujuan rakyat. Sebab yang dibutuhkan rakyat adalah pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah bangsa saat ini.
Sejumlah parpol Islam memberikan dukungan terkait koalisi ini. Partai Persatua Pembangunan (PPP), yang berbasiskan Islam, misalnya, menyambut baik soal gagasan kolisi parpol Islam. Menurut Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz, aliansi sesama parpol Islam adalah sebuah kewajaran. Sebab setiap parpol Islam memiliki irisan platform, kepentingan politik serta semangat keagamaan yang sama. Adanya persamaan-persamaan itu akan memudahkan untuk merealisasikan cita-cita dan idealisme partai serta umat Islam.
"Tapi memang untuk mewujudkannya perlu ada pendalaman visi, misi, dan kehendak politik masing-masing partai. Supaya nantinya tidak ada sumbatan komunikasi jika koalisi itu tercipta," kata Irgan kepada detikcom.
Irgan juga tidak sertuju jika tujuan koalisi hanya untuk mengusung capres dan cawapres. Hal itu bisa merendahkan semangat dari koalisi tersebut. Sebab, tujuan tersebut sangat bersifat temporal dan pragmatis. Menurut dia, bangunan koalisi sesama partai Islam bertujuan memajukan kualitas umat Islam dalam berbagai dimensi dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara serta meningkatkan soliditas Umat Islam dalam mewujudkan kemajuan bangsa bersama sama dengan komponen masyarakat lainnya.
Diakui Irgan, memang koalisi sesama partai Islam saat ini sudah tidak relevan lagi. Sebab sekarang ini paduan masyarakat berada di dua kutub,yakni partai Islam dan partai nasionalis. Meski demikian, PPP sangat terbuka untuk berkoalisi dengan partai-partai Islam lainnya. "Bagi kami tawaran berkoalisi sesama partai Islam adalah pilihan pertama sedang berkoalisi dengan partai nasionalis adalah pilihan berikutnya," beber Irgan.
Wacana koalisi Poros Tengah, meski nanti didukung oleh parpol-parpol Islam, namun pemeliharaannya juga diyakini sulit. Masing-masing parpol diprediksi akan memiliki kepentingan masing-masing, sehingga penentuan capres-cawapres akan tidak mudah. Bila memang koalisi ini memunculkan Din dan Hasyim, penentuan siapa yang akan dimajukan sebagai capres atau cawapres, diprediksi saling sikut akan terjadi. (Sumber: http://ppp.or.id/)