Jakarta - Partai
politik terus menggalang dana untuk menghadapi Pemilihan Umum 2014. Salah satu
caranya adalah dengan mengutip iuran dari kader partai yang menjadi kepala
daerah dan wakil rakyat. Bahkan, ketua partai politik bisa dijadikan mesin
uang.
Informasi yang dihimpun Kompas
hingga Minggu (17/6) menunjukkan, hampir semua parpol mulai menyusun strategi
untuk penggalangan dana. Hal itu terjadi karena Pemilu 2014 yang membutuhkan
dana sangat besar tinggal sekitar dua tahun lagi.
”Kebiasaan Golkar selama ini,
ketua umum berperan besar dalam pembiayaan partai. Sumber pembiayaan lainnya
adalah dari sumbangan kader dan pihak lain yang tidak mengikat. Kebetulan
Golkar juga memiliki banyak kader dari kalangan pengusaha. Mereka biasanya juga
memberikan kontribusi cukup besar dalam pembiayaan partai,” kata Wakil
Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo di Jakarta, kemarin.
Karena itu, kata Bambang, salah
satu tuntutan menjadi Ketua Umum Partai Golkar adalah memiliki akses terhadap
sumber dana. Pasalnya, dibutuhkan biaya yang besar untuk menggerakkan partai.
Bagi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, menurut Wakil Sekretaris Badan Pemenangan PDI-P Arif Wibowo, dari
pengalaman pemilu sebelumnya, iuran yang digalang dari kader partai menempati
posisi strategis. Namun, besaran iuran bervariasi dan ditentukan oleh partai.
Ia mencontohkan, setiap kader
PDI-P yang menjadi anggota DPR pada pemilu lalu dimintai iuran Rp 25 juta.
Untuk kader yang menjadi kepala daerah, besaran iuran itu lebih banyak
ketimbang kader yang jadi anggota DPR. Untuk kader yang menjadi anggota DPRD,
besarannya lebih sedikit ketimbang kader yang jadi anggota DPR.
Selain itu, setiap kader yang
mencalonkan diri sebagai anggota DPR ataupun DPRD juga dimintai iuran Rp 5 juta
per orang. ”Untuk pemilu kali ini belum ada pembicaraan mengenai dana.
Kemungkinan penggalangan dana baru dilakukan Oktober mendatang karena Januari
2013 sudah mulai kampanye,” kata Arif.
Menurut pengajar Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, Faisal Andri Mahrawa, penggalangan dana sah
dilakukan parpol. Di Indonesia, dana bisa dikumpulkan dari publik dengan
batasan tertentu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.
Hal serupa dilakukan Partai Demokrat Amerika Serikat untuk mendukung pencalonan
Barack Obama.
Partai Gerakan Indonesia Raya
(Gerindra), selain dari pemerintah, juga mengumpulkan dana dari potongan
anggota DPRD dan DPR. Anggota parpol menyetorkan iuran wajib dan sukarela.
Ketua Umum Partai Gerindra
Suhardi mengakui, saat ini sebagian besar pemasukan Gerindra berasal dari
sumbangan sukarela, baik dari kader maupun dari anggota DPRD dan DPR. ”Mereka
melihat sumbangan wajib sepertinya terlalu kecil,” katanya.
Ia mengatakan, praktiknya banyak
sumbangan pribadi terutama ketika ada acara di daerah. Gerindra juga
mengandalkan pengumpulan uang dari koperasi dan simpan pinjam, seperti bisnis
kambing. ”Tak hanya untuk anggota, tetapi simpatisan dan orang biasa juga kami
pinjamkan kambing. Itu berkembang,” katanya.
Bagi Bambang yang juga pengusaha
pertambangan dan energi ini, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memberikan
bantuan operasional kepada pengurus tingkat provinsi sebesar Rp 50 juta dan Rp
5 juta untuk pengurus tingkat kota/kabupaten. Jika ada 33 pengurus tingkat
provinsi dan sekitar 450 pengurus kabupaten, biaya yang dikeluarkan DPP setiap
bulan mencapai Rp 3,9 miliar, belum termasuk untuk operasional DPP Partai
Golkar.
Namun, kata Bambang, sampai
sekarang partainya belum menghitung cermat biaya yang dibutuhkan untuk Pemilu
2014. Golkar masih fokus meningkatkan elektabilitas partai dan pencalonan
presiden.
Diberi modal
Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
juga menyatakan siap memodali Rp 5 miliar-Rp 10 miliar bagi calon anggota DPR
untuk bertarung di pemilu. Menurut Ketua Partai Nasdem Rio Capella, dana itu
dikumpulkan antara lain dari dua donatur, Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo
(Kompas, 9 Juni 2012).
Wakil Ketua Bidang Kaderisasi
Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, cara itu untuk memperbaiki
citra dan kewibawaan politisi. Dengan sistem tersebut, caleg yang tidak
memiliki dana cukup besar tidak perlu khawatir karena akan ditanggung partai.
Model pendanaan itu muncul karena
kerisauan Partai Nasdem melihat ekspektasi masyarakat terhadap kualitas anggota
DPR. ”Kalau citra politisi tidak dipulihkan, rakyat enggan memilih,” kata Ferry
dalam diskusi yang digelar Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia
(Formappi), pekan lalu.
Secara terpisah, Sekjen Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, dalam situasi politik
berbiaya tinggi, PPP tidak terlalu mengandalkan dana. Sebagian besar pemilih
PPP adalah pendukung ideologis dengan orientasi politik dipengaruhi oleh
sejarah, garis politik, dan nilai-nilai partai. Untuk memelihara konstituen,
PPP terus menjaga silaturahim dengan tokoh agama dan pesantren.
”Selama ini, kami mengandalkan
dana politik dari bantuan pemerintah, iuran anggota, sumbangan dari legislatif
kader partai, serta donasi dari pendukung. Sebenarnya itu tak cukup, tapi
dicukup-cukupkan,” katanya.
Dana bantuan pemerintah untuk PPP sekitar Rp 600 juta
per tahun dengan perhitungan perolehan 5,7 juta suara. Idealnya dana itu
ditingkatkan karena fungsi partai sebagai pilar demokrasi cukup berat, seperti
melakukan kaderisasi, mengisi jabatan publik, menyalurkan aspirasi rakyat, dan
melakukan pendidikan politik. (Kompas, 18 Juni 2012)