Posisi DPC dalam AD/ART PPP
Oleh Zubairi Hasan dan Sahlul Fuad*
Pendahuluan
Semua institusi dalam PPP sangat penting, karena sesuai
dengan prinsip kal bulyan yasyuddu
ba’dluhum ba’dla[1], satu bagian harus harus dapat memperkokoh bagian yang
lain, sebagaimana layaknya bangunan. Dengan prinsip itu, maka Dewan Pimpinan
Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Dewan Pimpinan Cabang (DPC),
Pimpinan Anak Cabang (PAC), dan Pimpinan Ranting (PR) harus saling memperkuat
dan saling mendukung satu sama lainnya. Jika
ada di antara institusi itu yang lemah, atau bahkan tidak aktif, maka sudah
pasti akan berdampak pada pelemahan PPP secara keseluruhan. Begitu pula
sebaliknya, jika semua institusi itu kuat, PPP akan menjadi partai politik yang
kuat pula.
Penurunan suara
PPP di era reformasi tidak lepas dari melemahnya sebagian institusi itu, baik
di tingkat DPP, DPW, DPC, PAC, dan PR. Karena itu, anggota dan seluruh pengurus
PPP di berbagai tingkatannya harus memberikan konstribusi maksimal bagi
penguatan institusi PPP sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
Anggota dan pengurus PPP harus menjadi sumber solusi, bukan sebaliknya menjadi
sumber masalah.
DPC PPP
Secara hierarki,
DPC berada di tengah-tengah, antara DPP dan DPW di atasnya serta dengan PAC dan
PR di bawahnya. DPC merupakan institusi
yang menghubungkan antara institusi paling atas dengan institusi paling bawah.
Sudah pasti, harapan, arahana, dan program dari DPP dan DPW tidak akan mencapai
PAC dan PR, kecuali harus melewati DPC terlebih dahulu. Begitu pula sebaliknya,
aspirasi dari PAC dan PR tidak akan sampai ke DPW dan DPP tanpa perantaraan
DPC. Karena itu, DPC harus mampu menjadi jembatan emas bagi seluruh
institusi-institusi di PPP untuk sampai ke atas atau sebaliknya untuk sampai ke
bawah.
DPC adalah institusi PPP di tingkat kabupaten/kota yang
terdiri atas: a. Pengurus Harian; b. Majelis Syari’ah; c. Majelis Pertimbangan;
d. Majelis Pakar; e. Bagian; dan f. Lembaga (Pasal 31 ayat 1 AD PPP).
Secara
prinsip, masa bakti DPP PPP adalah 5 tahun (Pasal 31 ayat 2 AD PPP). Namun
dalam masa peralihan ini, Pasal 58 ayat (2) AD PPP menetapkan bahwa Musyawarah
Cabang diselenggarakan
selambat-lambatnya 6 bulan setelah Musyawarah Wilayah. Namun ketentuan ini baru
diberlakukan setelah Muktamar VIII 2015 nanti sesuai dengan Pasal 73 ayat (3)
yang berbunyi: “Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 58
ayat (2) mulai dilaksanakan setelah diadakan Muktamar VIII PPP.”
Ini berarti Masa
Bakti DPC yang menjabat saat ini bisa lebih dari 5 tahun, karena DPC
diperintahkan melaksanakan Musyawarah Cabang 6 bulan setelah Musyawarah
Wilayah. Musyawarah Wilayah dilaksanakan 6 bulan setelah Muktamar VIII 2015[2]. Agar masa bakti DPC yang menjabat saat ini tidak
terlalu panjang, maka AD PPP memerintahkan agar
dibuat Peraturan Pengurus Harian DPP tentang ketentuan lebih lanjut
mengenai masa bakti DPC sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) bahwa:
“Ketentuan lebih lanjut tentang masa bakti DPC sebagaimana dimaksud ayat (2)
diatur dalam Peraturan Pengurus Harian DPP.”
Pengurus
Harian DPC maksimal berjumlah 30 orang, minimal 30 persen di antaranya terdiri
atas perempuan (Pasal 32 ayat 4 AD PPP).
Majelis Syariah DPC, Majelis Pertimbangan DPC, dan Majelis Pakar DPC
maksimal berjumlah 20 orang. Majelis Syariah DPC, sebagaimana Majelis Syari’ah
DPW tidak mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa, karena fatwa menjadi otoritas Majelis Syariah DPP. Walau
begitu, pertimbangan, nasihat/arahan, dan hasil kajian dari majelis-majelis DPC
harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh Pengurus Harian DPC (Lihat Pasal 34-36
AD PPP).
Pemilihan
Ketua dan Pengurus Harian DPC sangat
fleksibel, karena bisa dipilih formatur, bisa dipilih oleh peserta Musyawarah
Cabang, bisa juga menggabungkan dua cara ini seperti Ketua DPC dipilih peserta
Musyawarah Cabang dan Pengurus Harian ditetapkan oleh formatur. Hal ini juga
berlaku di tingkat DPP, DPW, PAC, atau PR. Hal ini karena AD PPP memberikan
kewenangan kepada Muktamar/Musyawarah Wilayah/Musyawarah Cabang/Musyawarah Anak Cabang/ Musyawarah
Ranting untuk memilih dan/atau menetapkan Pengurus Harian DPP/DPW/DPC/PAC/PR
serta Pimpinan Majelis sesuai dengan tingkatannya. Dalam AD PPP, penormaan
penentuan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pimpinan berikut Pengurus Harian Dewan
Pimpinan sesuai dengan tingkatannya, ada kata “memilih dan/atau menetapkan,”
sehingga bermakna penentuan mereka bisa dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau ditetapkan oleh formatur atau gabungan keduanya (Lihat Pasal
51-65 AD PPP).
Antara DPC dengan DPP dan DPW
Sesuai
dengan AD/ART PPP, hubungan legal formal antara DPC dengan DPP dan DPW tertata,
antara lain, dalam beberapa hal berikut:
(1)
Pengurus Harian
DPC harus mematuhi garis kebijakan dan petunjuk yang disampaikan oleh Pengurus
Harian DPP[3]
dan DPW[4].
(2) Pengurus Harian
DPC harus mematuhi jika Pengurus Harian DPP[5]
/DPW[6]
melaksanakan kewenangannya untuk membatalkan/meluruskan/ memperbaiki keputusan
yang diputuskan dalam Musyawarah Cabang atau ditetapkan oleh Pengurus Harian
DPC yang dianggap bertentangan dengan AD/ART, peraturan perundang-undangan,
serta pertimbangan Majelis Syari’ah dan Majelis Pertimbangan DPP dan DPW.
(3) Pengurus Harian
DPC harus mematuhi Peraturan Pengurus Harian DPP PPP. Pasal 67 ART PPP
memberikan kewenangan kepada DPP untuk mengatur hal-hal tertentu seperti dalam
penetapan pejabat publik di tingkat
kabupaten/kota[7]
dan hal-hal yang belum diatur di ART[8]
dalam atau dengan Peraturan Harian DPP PPP.
(4) Pengurus Harian
DPC harus meminta pengesahan dari Pengurus Harian DPW mengenai Hasil Keputusan
Musyawarah Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus Harian DPC, Pimpinan
Majelis Syari’ah DPC, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPC, dan Pimpinan Majelis
Pakar DPC.[9]
Khusus untuk Majelis Syari’ah DPC Masa Bakti 2011-2015, Pengurus Harian DPC
dapat membentuk Majelis Syari’ah melalui Rapat Pengurus Harian DPC saja[10],
bukan melalui Musyawarah Cabang, sehingga pembentukan Majelis Syari’ah DPC
tidak perlu mendapatkan pengesahan dari DPW, tapi sebagai organisasi cukup
diberitahukan dan dilaporkan saja.
(5) Pengurus Harian
DPC harus meminta persetujuan Pengurus Harian DPW sebelum mengambil keputusan
tentang pencalonan/pergantian anggota-anggota yang ditugaskan pada lembaga-lembaga
di luar PPP di tingkat cabang/kabupaten/ kota.[11]
(6) Pengurus Harian
DPC harus menyampaikan usulan kepada Pengurus Harian DPW sebelum menentukan
calon bupati/walikota[12].
(7) Pengurus Harian
DPC harus meminta persetujuan Pengurus Harian DPW sebelum menyelenggarakan
Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa jika DPC menilai terjadi kevakuman pada PAC.[13]
(8) Jika DPC tidak
setuju dengan kebijakan DPP dan DPW, DPC dapat mengajukan perkara ke Mahkamah
Partai agar kebijakan DPP/DPW itu dibatalkan/diluruskan/diperbaiki.[14]
DPC dalam Lingkup Kabupaten/Kota
Dalam
lingkup kabupaten/kota DPC mempunyai tugas dan kewenangan tertentu, baik yang
bersifat independen atau masih terikat dengan institusi PPP di atasnya, yaitu
DPP dan DPW. Tugas dan kewenangan DPC
itu, antara lain, adalah:
(1)
Pengurus Harian DPC bertugas melaksanakan kebijakan PPP di tingkat cabang sesuai dengan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga serta ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh
Pengurus Harian DPP dan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 1 huruf a AD PPP).
(2)
Pengurus Harian DPC bertugas menetapkan Personalia Anggota Majelis Syari’ah DPC, Anggota Majelis
Pertimbangan DPC, dan Anggota Majelis Pakar DPC dengan memerhatikan sungguh-sungguh usulan Pimpinan Majelis yang
bersangkutan (Pasal 33 ayat 1 huruf b).
(3) Pengurus Harian DPC bertugas membentuk dan mengoordinasikan Bagian-Bagian/Lembaga-Lembaga (Pasal 33 ayat 1
huruf c).
(4)
Pengurus Harian DPC berwenang mengambil keputusan tentang pencalonan/penggantian
anggota-anggota yang ditugaskan pada lembaga-lembaga di luar PPP di tingkat cabang/kabupaten/kota dengan persetujuan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 2 huruf a AD PPP). Maksud dari
“lembaga di luar PPP di tingkat cabang” adalah jabatan di luar jabatan publik
(jabatan kenegaraan) seperti direktur perusahaan, pimpinan organisasi massa
Islam, pimpinan pondok pesantren dan lain-lain. Walaupun dalam soal
pencalonan/penggantian anggota yang ditugaskan di luar PPP di tingkat cabang
harus ada persetujuan dari DPW, namun yang mengambil keputusan tentang hal itu
adalah Pengurus Harian DPC.
(5)
Pengurus Harian DPC mengusulkan kepada
Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di tingkat
kabupaten/kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pengurus Harian
DPP PPP (Pasal 33 ayat 2 huruf b AD PPP). Ketentuan ini merupakan takhshis atau lex specialis dari ketentuan sebelumnya (Pasal 33 ayat 2 huruf a AD
PPP), sehingga dalam hal pencalonan pejabat publik (seperti bupati/walikota),
Pengurus Harian cukup mengusulkan saja kepada Pengurus Harian DPW. Bagaimana Pengurus Harian DPW menyikapi usulan itu,
apakah DPW berwenang menolak usulan itu atau cukup memberikan catatan
pertimbangan atas usulan itu, atau cukup menerima saja tanpa kaifiyah (tanpa bertanya apa ini apa
itu), tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam AD/ART PPP. Jawabatan atas
pertanyaan “Bagaimana Pengurus Harian DPW menyikapi usulan Pengurus Harian
DPC?” harus diatur dalam Peraturan Pengurus Harian DPP PPP. Selain itu,
pemberhentian seseorang dari jabatan publik itu sudah diluar PPP, karena
pemberhentian bupati misalnya sudah mengikuti mekanisme yang diatur peraturan
perundang-undangan, bukan mengikuti mekanisme yang diatur PPP.
(6) Pengurus Harian DPC menetapkan Susunan/Personalia Pimpinan Fraksi PPP DPRD Kabupaten/Kota dengan memerhatikan aspirasi
Anggota Fraksi (Pasal 33 ayat 2 huruf d AD PPP).
(7) Pengurus Harian DPC memberikan garis kebijakan dan petunjuk kepada Fraksi PPP di DPRD Kabupaten/Kota dengan memerhatikan aspirasi Anggota Fraksi (Pasal 33 ayat 2
huruf e AD PPP).
(8) Pengurus Harian DPC
dapat membatalkan/meluruskan/ memperbaiki keputusan yang
diambil oleh Musyawarah Anak Cabang, Pengurus Harian PAC, Musyawarah Ranting,
dan Pengurus Harian PR yang bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setelah mendengarkan
pertimbangan dari Majelis Syari’ah DPC dan Majelis Pertimbangan DPC sesuai dengan sifat keputusannya (Pasal 33 ayat 2
huruf g AD PPP).
(9) Pengurus Harian DPC
harus memanfaatkan secara maksimal Rapat Pleno DPC yang harus diadakan setiap
tahun. Rapat Pleno ini penting untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja,
memutuskan program kerja yang harus ditindaklanjuti, dan memutus hal-hal lain
yang perlu diputuskan oleh DPC. Peserta Rapat Pleno adalah Pengurus Harian,
Pimpinan Majelis, Pimpinan Bagian,
Pimpinan Lembaga, dan Ketua Badan Otonom.[15]
(10) Pengurus Harian DPC harus memaksimalkan peran-peran
Majelis, antara lain dengan mengadakan Rapat Majelis Musyawarah Partai yang
dihadiri oleh Ketua DPC, Sekretaris DPC, Ketua Majelis Syari’ah DPC, Ketua
Majelis Pertimbangan DPC, dan Ketua Majelis Pakar DPC. Rapat Majelis Musyawarah
Partai berwenang memberikan usulan kepada DPP/DPW/DPC
berkaitan
dengan pencalonan jabatan publik di berbagai lembaga negara/ pemerintahan dan di
lembaga-lembaga lain di luar partai[16].
AD/ART PPP tidak menentukan kapan harus diadakan Rapat Majelis Musyawarah
Partai, sehingga rapat ini dapat diadakan sesering mungkin, minimal setiap DPC
PPP akan melakukan pencalonan jabatan publik.
Antara DPC dengan PAC dan PR
Sementara itu, dalam
konteks hubungan antara DPC dengan institusi di bawahnya yakni dengan PAC dan
PR, DPC mempunyai beberapa kewenangan, antara lain:
(1) Pengurus Harian DPC mengesahkan
Hasil Keputusan Musyawarah Anak Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus
Harian PAC serta
Pimpinan Majelis Pertimbangan PAC (Pasal 33 ayat 2 huruf c AD
PPP).
(2) Pengurus Harian DPC
berwenang menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa
dalam hal Pengurus Harian DPC menilai bahwa telah terjadi
kevakuman organisasi dan kepemimpinan pada Pengurus Harian PAC dengan persetujuan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 2 huruf f AD PPP).
Tujuan dari ketentuan ini adalah agar Pengurus
Harian DPC selalu memantau agar organisasi dan kepemimpinan PAC selalu
aktif dalam menjalankan roda organisasi kepartaian. Jika tidak aktif, DPC dapat
mengambil inisiatif Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa.
(3) Pengurus Harian DPC
mempunyai kewenangan untuk membentuk PAC yang masih belum ada, baik akibat
pemekaran daerah atau karena alasan lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat
(1) bahwa: “Pembentukan organisasi kepemimpinan dilaksanakan dengan ketentuan:
a. Wilayah dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus Harian DPP; b. Cabang dibentuk
dan ditetapkan oleh Pengurus Harian DPW; c. Anak Cabang dibentuk dan ditetapkan
oleh Pengurus Harian DPC; d. Ranting dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus
Harian PAC.”
(4) Terkait PAC dan PR,
DPC harus mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan AD/ART PPP serta Khitthah
dan Program Perjuangan PPP serta peraturan perundang-undangan. Jika tidak maka
PAC dan PR, secara institusional maupun secara personal, menganggap kebijakan
itu bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, maka PAC dan PR dapat
mengajukan perkara ke Mahkamah Partai yang keputusannya bersifat final dan
mengikat.
Penutup
Pemilu 2014
nanti merupakan Pemilu yang sangat penting bagi PPP. Saat itu PPP bisa bungah
karena suara meningkat sebagaimana juga bisa punah karena tidak memenuhi ambang
batas perolehan suara minimal. Semuanya sangat tergantung pada seluruh anggota
dan pengurus PPP dari tingkat DPP sampai PR.
AD/ART PPP hasil
kreasi manusia sehingga tidak akan mampu mancapai status kesempurnaan. Karena
itu, dengan segala kelemahan dan kekurangannya, mari kita manfaatkan ketentuan
yang ada dalam AD/ART PPP ini untuk memajukan PPP, bukan justru sebaliknya
dijadikan alat politik untuk bertikai satu sama lain yang pada akhirnya justru
merugikan PPP.
Jika PPP punah
berarti kita semua telah berdosa besar karena menghancurkan organisasi politik
warisan ulama dan organisasi Islam.
Selamat beribadah dan berjuang bersama PPP. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi langkah-langkah kita semua. Amin…!
*Zubairi
Hasan adalah Ketua Departemen Website dan Jejaring Sosial DPP PPP Masa Bakti
2011-2015. Sahlul Fuad adalah Anggota Litbang DPP PPP Masa Bakti
2011-2015. Keduanya merupakan Tenaga Ahli Anggota DPR dari Fraksi PPP serta terlibat
aktif dalam Tim Perubahan/Perumusan AD/ART, baik sebelum Muktamar, saat
Muktamar, maupun pasca Muktamar VII PPP.
[1]
Dikutip dari sebuah hadist yang arti lengkapnya berbunyi: “Seorang mukmin yang
satu dengan yan lain bagaikan suatu bangunan, di mana satu bagian memperkuat
bagian yang lain” (Hadist Riwayat Bukhari Muslim).
[2]
Tidak hanya itu saja, Musyawarah Anak Cabang juga dilaksanakan 6 bulan setelah
Musyawarah Cabang (Pasal 61 ayat 2 AD PPP) dan Musyawarah Ranting dilaksanakan
6 bulan setelah Musyawarah Anak Cabang (Pasal 64 ayat 2 AD PPP).
[3] Pasal 16 ayat (2) huruf e menjelaskan: “Wewenang Pengurus Harian DPP
adalah: e. memberikan garis kebijakan dan petunjuk kepada Fraksi PPP di
MPR-RI/DPR-RI dan Pengurus Harian DPW/DPC”.
[4]
Pasal 25 ayat (2) huruf e. menjelaskan: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah:
e. memberikan garis kebijakan dan
petunjuk kepada Fraksi PPP di DPRD Provinsi dan DPC PPP”.
[5] Pasal 16 ayat (2) huruf f AD PPP berbunyi: “Wewenang
Pengurus Harian DPP adalah: f. membatalkan/meluruskan/memperbaiki
suatu keputusan yang diambil oleh Fraksi PPP di MPR-RI/DPR-RI, Musyawarah
Wilayah/Cabang, serta Pengurus Harian DPW/DPC yang bertentangan dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
setelah mendengarkan pertimbangan dari Majelis Syari’ah atau Majelis
Pertimbangan DPP sesuai dengan sifat keputusannya.”
[6]
Pasal 25 ayat (2) huruf f. berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah f. membatalkan/meluruskan/memperbaiki keputusan yang
diambil oleh Fraksi PPP di DPRD Provinsi, Musyawarah Cabang dan Pengurus Harian
DPC yang bertentangan dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
setelah mendengarkan pertimbangan dari Majelis Syari’ah DPW dan Majelis Pertimbangan DPW sesuai dengan sifat keputusannya.”
[7]
Pasal 33 ayat (2) huruf b AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah
mengusulkan kepada Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di
tingkat kabupaten/kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP.”
[8]
Pasal 67 ayat (1) ART PPP berbunyi: “Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih
lanjut dalam/dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP”.
[9]
Pasal 25 ayat (2) huruf c AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah
mengesahkan Hasil Keputusan Musyawarah
Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus Harian DPC, Pimpinan Majelis
Syari’ah DPC, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPC, dan Pimpinan Majelis Pakar
DPC.”
[10]
Pasal 73 AD PPP berbunyi: “Pengurus
Harian DPW/DPC menyesuaikan diri dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP paling
lambat 3 (tiga) bulan
setelah Muktamar VII PPP melalui Rapat Pengurus Harian Dewan Pimpinan sesuai
dengan tingkatannya”.
[11]
Pasal 33 ayat (2) huruf a berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah a.
mengambil keputusan tentang pencalonan/penggantian anggota-anggota yang
ditugaskan pada lembaga-lembaga di luar PP di tingkat cabang/kabupaten/kota
dengan persetujuan Pengurus Harian DPW.”
[12]
Pasal 33 ayat (2) huruf b AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah
mengusulkan kepada Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di
tingkat kabupaten/kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP.”
[13]
Pasal 33 ayat (2) huruf f AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah
f. menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa dalam hal Pengurus Harian
DPC menilai bahwa telah terjadi kevakuman organisasi dan kepemimpinan pada
Pengurus Harian PAC dengan persetujuan Pengurus Harian DPW.”
[14]
Pasal 20 ayat (4) dan (5) AD PPP berbunyi: “Mahkamah Partai DPP bertugas dan
berwenang: a. memutus perkara perselisihan kepengurusan internal PPP; memutus
perkara pemecatan dan pemberhentian anggota PPP; c. memutus perkara dugaan
penyalahgunaan kewenangan oleh Anggota Dewan Pimpinan; d. memutus perkara
dugaan penyalahgunaan keuangan.”
[15] Pasal 55
ART PPP berbunyi: “(1) Rapat
Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Pengurus Harian, Pimpinan Majelis,
Pimpinan Mahkamah Partai, Pimpinan Departemen/Biro/Bagian/Seksi/Kelompok
Kerja sesuai dengan tingkatannya, Pimpinan Lembaga, serta Ketua Badan Otonom
sesuai dengan tingkatannya yang diselenggarakan oleh Pengurus Harian sesuai
dengan tingkatannya sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sekali; (2) Rapat Pleno sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½
(seperdua) peserta rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(3) Apabila jumlah peserta rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, maka rapat ditunda selama 60
menit. Setelah waktu 60 menit peserta rapat belum mencapai kuorum, maka Rapat
Pleno dapat dilangsungkan dan dapat mengambil keputusan;
(4) Rapat Pleno berwenang: a. Mengevaluasi pelaksanaan program kerja
Departemen/Biro/Bagian/ Seksi/Kelompok Kerja, dan Pimpinan Lembaga yang
dikoordinasikan oleh Ketua-Ketua Bidang; b. Memutuskan program kerja yang harus
segera ditindaklanjuti; c. Memutuskan hal-hal lain yang perlu diputuskan oleh
Dewan Pimpinan PPP di tingkatannya masing-masing.”
[16]
Pasal 56 ART PPP berbunyi: (1) Rapat Majelis Musyawarah Partai DPP adalah rapat
yang dihadiri oleh Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Ketua
Majelis Syari’ah, Ketua Majelis Pertimbangan, dan Ketua Majelis Pakar, serta
Ketua Mahkamah Partai DPP; (2) Rapat Majelis Musyawarah Partai DPW/DPC adalah
rapat yang dihadiri oleh Ketua DPW/DPC, Sekretaris DPW/DPC, Ketua Majelis
Syari’ah DPW/DPC, Ketua Majelis Pertimbangan DPW/DPC, dan Ketua Majelis Pakar
DPW/DPC; (3) Rapat Majelis Musyawarah DPP dipimpin oleh Ketua Umum DPP, Rapat
Majelis Musyawarah DPW dipimpin oleh Ketua DPW, Rapat Majelis Musyawarah DPC
dipimpin oleh Ketua DPC; (4) Rapat Majelis Musyawarah Partai berwenang
memberikan usulan kepada DPP/DPW/DPC berkaitan
dengan pencalonan jabatan publik di berbagai lembaga negara/pemerintahan dan di lembaga-lembaga lain di
luar partai; (5) Pengambilan keputusan dalam Rapat Majelis Musyawarah Partai
berdasarkan musyawarah mufakat, tanpa voting.”