PENGUMUMAN: Dibuka pendaftaran bakal calon anggota DPRD Kabupaten Tegal, mulai 1 Januari s/d 28 Februari 2013. Info: Hubungi DPC PPP Kabupaten Tegal, telp.(0283)3275717 | Eko Mahendra Ridho

Follow Us

HEADLINE NEWS

Bantuan Caleg Nasdem Berpotensi Destruktif?

13 Juni 2012

Oleh: Derek Manangka
Kebijakan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang akan memodali Rp 5-10 miliar bagi setiap calon anggota legislatif yang bertarung di Pemilu 2014, patut dilihat sebagai sebuah terobosan dan perlu diapreasiasi.

Terobosan tersebut memperlihatkan kejelian pendiri dan para pengurus Partai Nasdem di dalam menemukan insentif yang menarik bagi masyarakat. Patut diapresiasi, sebab terobosan itu lahir di kala gairah berpolitik dan bermain politik agak tergerus. Kelelahan berpolitik mulai melanda para politisi yang tidak tahan banting.

Itu sebabnya, dalam beberapa bulan mendatang akan sangat menarik untuk melihat sejauh mana respon masyarakat terhadap gagasan tersebut. Jika banyak orang tertarik bergabung dengan Partai Nasdem untuk menjadi caleg DPR-RI, DPD tingkat I dan II dalam pemilu 2014, itu tandanya kebijakan partai, "nyambung" dengan keinginan masyarakat.

Tetapi yang lebih penting lagi bagaimana hasil perolehan suara Partai Nasdem dalam Pemilu Legislatif di 2014. Apakah Nasdem akan langsung melejit sebagai partai peraih suara terbanyak? Sehingga akhirnya Nasdem mampu menjadi partai yang akan merestorasi bangsa.

Kendati sebuah terobosan positif, harus pula dikemukakan bahwa peluncuran strategi partai tersebut terjadi pada waktu yang tidak tepat. Sebab kebijakan itu terjadi di saat situasi politik di Tanah Air sangat sarat dengan korupsi yang dilakukan oleh para politisi di legislatif maupun di eksekutif.

Kebijakan itu diperkenalkan di saat kecurigaan atas maraknya politik uang yang dilakukan oleh anggota legislatif maupun eksekutif, cukup tinggi. Sehingga bantuan atau insentif itu seakan membenarkan sinyalemen bahwa kegiatan politik di Indonesia tidak pernah lepas lagi dari pengaruh uang. "Money Talks", tanpa uang bermiliar rupiah, orang tidak akan bisa berpolitik.

Oleh sebab itu yang sangat dikuatirkan dari terobosan Nasdem itu adalah ekses negatifnya. Niat positif Nasdem yang ingin membantu para caleg agar berkurang beban mereka di dalam perjuangan menuju gedung perwakilan rakyat, berakibat kontra produktif.

Belum apa-apa mereka sudah menjadi semacam "The Ten Billion Rupiah Politician". Mereka sudah terbebani. Uang menjadi segala-galanya. Perjuangan tidak lagi dilandaskan pada idealisme melainkan atas rangsangan materil. Menjadi politisi harus siap dengan gaya hidup orang kaya atau miliuner.

Akibatnya insentif ataupun bantuan dari Nasdem itu justru destruktif bagi kehidupan politik dan politisi Indonesia ke depan. Para wakil rakyat saat ini melekat stigma bahwa mereka masuk dalam kancah politik bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebaliknya mereka hanya mengejar uang.

Keadaan ini diperparah dengan berbagai kejadian, dimana salah satu unit kerja lembaga itu yakni Badan Anggaran (Banggar) ditengarai sebagai sumber pembuat masalah di dalam bidang keuangan nasional.

Sejumlah anggota Banggar DPR-RI terlibat dalam pengaturan dana semua proyek berskala puluhan bahkan ratusan milar rupiah. Dan citra ini telah menurunkan kredibilitas anggota-anggota DPR-RI. Citra negatif ini belum tentu bisa lenyap dalam waktu dekat. Hingga 2014, diperkirakan citra negatif tersebut masih akan melekat.

Demikian buruknya citra anggota legislatif, sampai-sampai peneliti dari CSIS J Kristiadi berpendapat bahwa para anggota legislatif saat ini sudah sama dengan pejabat di eksekutif. Mereka bekerja bersama dalam membuat UU. Tapi mereka sadar UU yang mereka buat tidak menguntungkan rakyat banyak. Hanya untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Legislatif dan eksekutif tidak peduli dengan dampak negatif dari UU yang mereka susun. Oleh karenanya oleh Kristiadi mereka dijuluki sebagai kelompok elit yang terkena penyakit political schizophrenia. Penyakit yang hanya mementingkan diri sendiri.

Bantuan Partai Nasdem kepada para calegnya itu memang tidak diberikan dalam bentuk uang tunai. Melainkan hanya dalam bentuk natura. Tetapi secara nominal Rp5 miliar sampai Rp10 miliar itu merupakan angka yang cukup besar. Angka bantuan Nasdem akan semakin besar apabila yang dtargetkan partai baru ini adalah meraih suara sebanyak-banyaknya dari total kursi 560 di DPR-RI.

Lantas berapa banyak caleg yang akan dibantu pendanaan oleh Partai Nasdem? Katakanlah Nasdem ingin meraih angka tiga dijit. Itu berarti minimal 100 kursi. Nah tentu saja caleg yang dibantu Nasdem, tidak mungkin kalau hanya 100 orang. Sehingga akumulasi dana yang digunakan Nasdem untuk kegiatan politik ini, jelas sangat besar, triliunan rupiah !

Dan pertanyaan yang tidak kalah pentingnya apakah untuk merestorasi Indonesia hanya bisa dilakukan dengan uang? Apakah uang triliunan rupiah yang dikonsentrasikan di DPR itu mampu digunakan untuk memperbaiki keadaan Indonesia?

Oleh karenanya sebagai sebuah bantuan, terobosan Partai Nasdem ini, perlu dikritisi. Sebab yang namanya pemberian bantuan uang seperti itu, juga sudah dipraktekkan dalam berbagai kehidupan masyarakat. Tapi semakin terbukti, uang bukan solusi satu-satunya untuk merestorasi Indonesia.

Pemilu juga demikian. Sudah terbukti, pemilu yang menghasilkan seorang presiden yang dipilih mayoritas rakyat, toh tidak mampu berbuat banyak. Sehingga tidak ada salahnya jika Nasdem betul-betul mengkaji terobosannya itu.

Patut diingat pula. tidak ada jaminan bahwa Nasdem akan meraih apa yang ditargetkannya di Pemilu 2014. Segala kemungkinan bisa terjadi. Nasdem bisa sukses, tetapi juga bisa gagal. Hanya satu hal yang dapat dipastikan. Dana dalam bentuk natura itu, tidak akan mendorong terciptanya sebuah roda perekonomian nasional yang sehat.

Akhirnya bantuan itu bisa sama dengan sebuah pemborosan atau penghamburan dana. Pembelian natura oleh partai dalam jumlah yang besar, tidak serta merta akan membuat perusahaan yang menjual kebutuhan fasilitas untuk seorang caleg, akan mampu membuka lapangan kerja baru. Belanja barang yang dilakukan di semua toko tidak akan menimbulkan multi efek. Tidak akan terjadi pengurangan jumlah penganggur.

Bahkan bukan mustahil, mereka yang tertarik mendapatkan bantuan tersebut adalah para politisi oportunis maupun para penganggur intelek. Maaf beribu maaf. Yang namanya oportunis dan penganggur intelek, akan tetap mengutamakan kepentingan dirinya sendiri.

Sehingga ketika seorang oportunis atau penganggur intelek tiba-tiba menjadi Wakil Rakyat pada 2014, kelakuan mereka tidak akan banyak berbeda dengan para anggota legislatif sebelumnya. Khususnya mereka yang melakukan pencurian atas hak-hak rakyat.

Sehingga jika tujuan DPP Partai Nasdem menjadikan anggota DPR-RI dari Nasdem, periode 2014-2019, lebih baik dari yang sekarang, kelihatannya hal itu masih merupakan sebuah utopi.

Demikian pula jika Nasdem ingin melakukan restorasi, perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang ada pada tubuh bangsa, dengan cara, memberi bantuan sejak dini kepada para calegnya, maka keinginan ini, bisa jadi baru akan sampai pada tingkat retorika. Kendati begitu kepada Partai Nasdem yang sudah menjadi aset bangsa, tetap kita harapkan untuk terus mencari terobosan-terobosan baru. (Inilah, 12 Juni 2012)
Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright 2008-2013 DPC PPP Kabupaten Tegal | Design by Eko Mahendra Ridho | Powered by Blogger.com.