PENGUMUMAN: Dibuka pendaftaran bakal calon anggota DPRD Kabupaten Tegal, mulai 1 Januari s/d 28 Februari 2013. Info: Hubungi DPC PPP Kabupaten Tegal, telp.(0283)3275717 | Eko Mahendra Ridho

Follow Us

HEADLINE NEWS

DPC PPP Kabupaten Tegal ©2008-2012 All Right Reserved. Diberdayakan oleh Blogger.
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »
Baca lainnya »

PPP Merasa Menterinya Bisa Membagi Waktu

20 Juli 2012


Jakarta - Peringatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bagi para menteri dari partai politik untuk mundur jika tak bisa membagi tugasnya harus digaris bawahi semua anggota Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Kalimat itu berlaku bagi menteri parpol maunpun non-parpol.

"Pemilu 2014 yang akan berlangsung dua tahun lagi memang akan meningkatkan aktivitas para aktivis partai politik," kata Wakil Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Tohmafi kepada wartawan, Jumat (20/7).

PPP sendiri, kata Arwani, memiliki mekanisme internal yang baik. Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama selalu mampu menjalankan tugasnya. Semua berjalan dengan baik.

Rangkap jabatan posisi ketua umum partai politik dan menteri di kabinet tidak dilarang dalam sistem perundang-undangan. Uji materi Pasal 23 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara oleh Lily Wahid nyatanya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan demikian, kata Arwani, tidak ada persoalan kader partai politik atau ketua umum partai politik menjadi menteri. "Kalau menurut Presiden kinerja menteri kurang maksimal, Presiden mempunyai kewenangan penuh untuk mengevaluasi kinerja menteri," ujar Arwani. (MetroTV News, 19 Juli 2012)

Pendaftaran Caleg PPP sudah Tutup

20 Juli 2012


Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah melakukan kerja-kerja politik untuk menghadapi pemilu 2014. Untuk Pileg, Partai Kakbah sudah membuka pendaftaran caleg dan kini sudah final prosesnya.

Wakil Ketua Umum DPP PPP, Lukman Hakim Saefuddin mengatakan, partainya sudah memberi tugas kepada para kandidat calegnya untuk “menyebar” di daerahnya masing-masing. Hasilnya nanti akan dievaluasi sebagai pertimbangan untuk ditetapkan menjadi caleg.

“Berbeda dengan 2009, kita harus lebih lama menentukan caleg di dapilnya masing-masing,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara perkenalan Institut Peradaban, pidato ilmiah dan seminar politik dengan tema “Disharmoni Hubungan Presiden dengan DPR” di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, ada dua manfaat dari apa yang dilakukan partainya ini. Pertama, caleg lebih cukup punya waktu untuk mengenali dapilnya masing-masing, mulai dari apa masalahnya dan lain-lainnya. Sehingga, solusi yang ditawarkan nanti betul-betul riil yang ada di daerahnya. Kedua, masyarakat di dapil juga punya cukup waktu untuk mengenali caleg dari PPP.

“Diharapkan, waktu yang cukup ini membuat lebih berkualitas calon yang diusulkan,” tandas dia. Lalu, siapa calon presiden yang akan diusung Partai Persatuan Pembangunan? “Kita targetnya awal Januari 2013,” ujarnya.

Menurutnya, UU menentukan calon presiden didaftarkan 12 bulan atau satu tahun sebelum pemungutan suara dilakukan. Jadi kalau pilpres dilakukan April 2014 maka April 2013 nama-nama itu sudah harus masuk ke KPU. Jadi, katanya, penetapan capres sampai pada Januari 2013 belumlah terlambat.

Terkait latar belakang pendidikan formal sebagai syarat seseorang bisa mencalonkan presiden, PPP tidak mempermasalahkannya.

Katanya, gelar pendidikan formal bukanlah hal signifikan untuk menentukan kualitas seseorang.

“Itu tidak prinsip. Contohnya banyak sekali, banyak orang yang tak melalui pendidikan formal tapi memiliki integritas, kapabilitas dan elektabilitas tinggi.” (JPPN, 19 Juli 2012)

FPPP: Dana Siluman di APBD Jateng Hasil Kerja Oknum

20 Juli 2012


Semarang - Gubernur Jateng Bibit Waluyo kembali membantah adanya perbedaan angka atau dana siluman antara Nota Keuangan Perubahan APBD 2012 dan KUPA-PPAS. Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP) menuding angka dalam Nota Keuangan diubah oleh oknum eksekutif.

Bibit menyatakan bahwa tidak ada perbedaan angka dan pembahasan telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011. "Seluruh mekanisme selalu mengedepankan aspek normatif, transparansi dan akuntabilitas," kata Bibit dalam Sidang Paripurna Jawaban Gubernur atas Pendapat Fraksi terhadap Nota Keuangan Perubahan APBD 2012 di Gedung Berlian, Kamis (19/7).

Gubernur menjawab Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) yang mempertanyakan penambahan pendapatan senilai Rp 140 miliar dalam Nota Keuangan. Pada Nota Keuangan, pendapatan ditargetkan Rp 11,423 triliun, naik sebesar 5,44 persen, atau Rp 589,52 miliar dari traget anggaran murni. Padahal, dalam pembahasan KUPA-PPAS, pendapatan tercantum sebesar Rp 11,283 triliun, hanya naik sebesar 4,15 persen atau Rp 449,52 miliar dari APBD murni tahun 2012.

Anggaran Rp 140 miliar itu sebelumnya tidak pernah ada dan belum dibahas oleh Badan Anggaran (Banggar) dalam rapat pembahasan KUPA-PPAS. Anggota Banggar hanya menyepakati penambahan pendapatan maksimal sebesar Rp 50 miliar, sehingga dalam hal ini ada anggaran Rp 90 miliar yang di luar kesepakatan.

Menanggapi jawaban gubernur, Wakil Ketua Fraksi PPP Abdul Aziz menyatakan bahwa angka yang disepakati di Banggar telah diubah oleh oknum eksekutif. Angka baru itu dicantumkan pada Nota Keuangan yang kemudian ditandatangani gubernur dan pimpinan DPRD. "Ini bisa terjadi karena pimpinan Dewan tidak mengecek dulu Nota yang akan ditandatangani. Jadi seolah-olah memang tidak ada perbedaan antara Nota Keuangan dan KUPA-PPAS," tegasnya.

Jika yang dikatakan Aziz benar, mengapa dari semua Anggota Banggar hanya dia yang mempertanyakan? Menurut Aziz tidak semua anggota Banggar mengetahui karena tidak semua memiliki Nota Keuangan. "Kami (Banggar) hanya diberi tiga buah. Kasus seperti ini sudah sering terjadi dalam pembahasan APBD. Pertanyaannya kemudian, dikemanakan uang Rp 90 miliar itu?," katanya. (Suara Meredeka, 19 Juli 2012)

2014, Partai Islam Wassalam?

18 Juli 2012


Oleh: Muhammad Itsbatun Najih

Ada kabar kurang bagus bagi partai berasas Islam atau massa Islam (sebut saja dengan partai Islam). Sejumlah lembaga survei—Lembaga Survei Nasional (LSN), Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI)—beberapa waktu lalu memuat laporan yang memprediksi perolehan suara partai Islam semakin menurun pada Pemilu 2014.  

Partai Islam yang dimaksud di sini adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hasil survei LSN pada Juni lalu, jumlah suara yang diperoleh empat partai Islam itu hanya 15,7%.  Bahkan, SSS mengindikasikan sebagian dari keempat partai itu akan di bawah ambang batas parliamentary threshold (PT) 3,5%.

Pasca-Reformasi
Padahal, setelah kran reformasi terbuka, Pemilu 1999 menjadi awal manis kemunculan beberapa partai Islam yang dimotori para elite ‘islamis’. PKB dengan  Abdurrahman Wahid (Gus Dur), PAN dengan Amien Rais. PKS, sebagai partai baru memberi alternatif politik bagi kaum muslim perkotaan yang (mungkin) tidak sepaham dengan Islam versi Gus Dur atau Amien Rais. Selain menyasar basis perkotaan, PKS terbilang melejit oleh agenda politiknya yang diterjemahkan sebagian kalangan dengan “penerapan syariah”. Dari itu, PKS terkesan lebih islamis dibanding partai Islam lainnya.

Sedangkan pemilih PPP—partai berlambang Ka’bah—secara otomatis menurun karena ada tiga partai Islam baru yang menyedot perhatian masyarakat. Walaupun begitu, PPP masih tetap menjadi pilihan kaum muslim yang kadung fanatik. Kefanatikan mereka terbentuk oleh fragmentasi politik yang tercipta semasa Orba dengan selalu menjadi oposisi pemerintah (Golkar/partai nasionalis). Jumlah perolehan suara keempat partai itu sebesar 36.52%.

Pemilu 1999, PDIP—sebagai partai nasionalis—keluar sebagai pemenang. Namun, Megawati gagal menduduki kursi kepresidenan. Poros tengah yang digalang oleh Amien Rais dengan mengajak partai-partai Islam menjadi satu suara berperan penting menjadikan Gus Dur duduk di tampuk kekuasaan lewat voting yang sengit bersaing dengan Megawati. Bisa dikatakan, partai Islam memang kalah dalam pemilu, tapi menang dalam pencapresan. Meskipun akhirnya “kekompakan” partai Islam itu kandas di tengah jalan dengan dilengserkannya Gus Dur dari kursi kepresidenan.

Pemilu 2004, giliran Golkar merebut posisi pertama. Nasib keempat partai Islam itu menunjukkan tren positif. Perolehan jumlah suara mereka naik walau tak signifikan dengan raihan 38,39%. Sayangnya, hal itu tak berbanding lurus dengan capaian pada pilpres yang pertama kali digelar secara langsung itu. Jago-jago calon presiden dari partai Islam takluk dari partai nasionalis. Megawati yang menggandeng Hasyim Muzadi—dengan harapan mampu menyedot massa Nahdliyin—toh tidak mampu menandingi keperkasaan pasangan dari partai nasionalis SBY-JK (Demokrat-Golkar). Nasib Megawati-Hasyim setali tiga uang dengan Wiranto-Shalahuddin, Agum-Hamzah (PPP), dan Amien-Siswono (PAN).

Setelah Pemilu 2004, dinamika perpolitikan di partai Islam mulai dirundung banyak persoalan. Perpecahan di internal partai mulai terjadi. Itu setidaknya terlihat pada PKB, PAN dan PPP. Perpecahan itu menjadi pukulan keras karena sangat mengurangi perolehan suara di Pemilu 2009. Sebut saja di PKB dengan munculnya PKNU, PAN dengan Partai Matahari Bangsa (PMB), dan PPP dengan Partai Bintang Reformasi (PBR). Terkecuali PKS yang terbilang masih solid. Terbukti Pemilu 2009, perolehan jumlah keempat partai Islam itu anjlok dengan raihan suara sebesar 29,14%.

Sulit Bertahan
Ketidaksatupaduan suara umat Islam di Indonesia dalam orientasi politiknya dengan munculnya banyak partai Islam disebabkan salah satunya oleh perbedaan ragam corak pemikiran dan pemahaman keagamaan. PKB, misalnya, didirikan oleh para kiai NU dan menjadi rumah besar kaum Nahdliyin berpolitik. Sedangkan PAN, tak dipungkiri sebagai muara dari suara warga Muhammadiyah. Sedangkan PPP, pasca-reformasi tetap menjadi rumah besar kaum muslim yang tanpa melibatkan tendensi ormas keagamaan tertentu—meskipun faktanya menunjukkan banyak simpatisannya berbondong-bondong hijrah ke partai Islam lainnya. Adapun PKS, mereka dikesankan sebagian pihak sebagai pembawa paham Islam yang kaku. Tak bersahabat dengan kultur lokal Indonesia. Pemilihnya merupakan kalangan muslim perkotaan yang mempunyai jiwa militansi beragama tinggi.

Sulit atau bahkan mustahil mengharapkan peleburan partai-partai Islam itu menjadi hanya ada satu partai semata sebagai representasi suara umat Islam di Indonesia. Jangankan menyatukan antarpartai Islam, di tubuh internalnya sendiri masih diwarnai oleh pelbagai perpecahan seperti fakta di atas. Melihat realita itu, gagasan Cak Nur yang kontroversial; ‘Islam Yes, Partai Islam No’ pada konteks perpolitikan sekarang rasanya menuai pembenaran.

Cak Nur mungkin mengkhawatirkan agama hanya akan dijadikan kedok belaka untuk  mendapatkan kekuasaan bila agama masuk ke wilayah politik praktis. Agama yang pada realitanya terdapat multiwajah penafsiran ketika mencoba masuk pada wilayah politik praktis, justru akan berpotensi mereduksi esensi agama itu sendiri; karena politik praktis selalu berciri penuh intrik dan kepentingan sesaat. Jika pun (harus) masuk ke wilayah politik, agama hanya relevan berada pada ranah substansi politik seperti menegakkan prinsip-prinsip kemaslahatan rakyat (kejujuran, keadilan, amanah). Bukan justru dijadikan atribut teknis-formal kepartaian.

Simalakama
Masuknya PPP, PKB, PAN, dan PKS dalam jajaran kabinet pemerintahan SBY jilid dua ini lewat para kadernya yang duduk di kursi kementerian menjadi simalakama. Ketika kinerja pemerintahan SBY pada akhirnya dianggap gagal menyejahterakan rakyat, maka partai Islam akan terkena getahnya karena ikut masuk dalam sistem pemerintahan. Sebaliknya, jika pemerintahan SBY dianggap berhasil maka tidak lantas berimbas langsung pada naiknya popularitas partai Islam—dikarenakan sedikitnya jumlah kursi mereka di kabinet, melainkan Demokrat dan Golkar-lah yang meraih simpati masyarakat.  

Masyarakat Indonesia sebenarnya tidak memedulikan entah partai Islam atau partai nasionalis-sekuler yang akan mendasari pilihannya pada Pemilu 2014 mendatang. Yang dilihat masyarakat hanyalah rekam jejak mereka yang duduk di Senayan dan di kursi kabinet selama ini; apakah benar-benar merakyat atau mengkhianatinya dengan laku korupsi dan tidur saat rapat.

Masih ada waktu bagi partai-partai Islam untuk membuktikan diri bahwa 2014 bukan pemilu terakhir. Salah satu caranya adalah dengan membuat kebijakan yang populer, menggebrak, serta revolusioner yang tentunya dilakukan oleh para kader partai Islam yang menjabat sebagai menteri. Dari situlah, rakyat mulai bersimpati lagi dengan partai Islam. Jika tidak, partai Islam benar-benar akan wasalam alias tamat sesuai prediksi sejumlah lembaga survei baru-baru ini.

Muhammad Itsbatun Najih, Aktivis Forum Studi Arab dan Islam (FSAI), Yogyakarta
Sumber: Blog FSAI Yogyakarta

Pilkada Jateng, Gubernur Sebaiknya Tetap Dipilih Langsung

18 Juli 2012


Semarang - Pemilihan gubernur hingga 2013 sebaiknya tetap diserahkan pada pemilihan langsung ke rakyat. Keinginan pemerintah mengembalikan pemilihan gubernur ke mekanisme pemilihan di DPRD provinsi, justru menimbulkan perpecahan di DPR RI.

Hal itu disampaikan politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Tengah, Istajib, Selasa (17/7/2012) di Semarang, ketika menyampaikan pandangan soal keinginan masyarakat supaya pemilihan gubernur tetap pemilihan langsung.

"Pemerintah provinsi memang hakikatnya kepanjangan tangan Kementerian Dalam Negeri. Kalau pemilihan gubernur harus dikembalikan ke DPRD, sebaiknya setelah 2013," kata Istajib, yang juga Ketua Fraksi PPP di DPRD Jawa Tengah.

Menurut Istajib, pemilihan gubernur tetap punya daya tarik sendiri. Meski gubernur tidak memiliki wilayah binaan langsung, karena kabupaten dan kota itu dalam koridor kekuasaan bupati dan wali kota, gubernur memegang anggaran cukup besar dari pembantuan pemerintah pusat.

Ia menjelaskan, pemilihan Gubernur Jawa Tengah akan berlangsung pertengahan 2013. Biaya untuk kegiatan pilgub sudah dianggarkan sekitar Rp 650 miliar.

Jika pemilihan gubernur berlangsung Mei 2013, tentunya kemungkinan pemilihan langsung ke rakyat. DPR bisa saja belum mensahkan RUU pemilihan umum yang baru.

Meski pilgub masih 10 bulan lagi, suhu politik di Jawa Tengah sudah mulai memanas. Hal itu terkait dengan munculnya nama-nama calon kandidat yang sudah banyak dilansir perseorangan, anggota tim sukses, organ partai politik di DPRD Jateng, dan fungsionaris parpol nonparlemen.

Terdapat sejumlah nama-nama tokoh yang sudah muncul seperti gubernur petahana Bibit Waluyo, Sekda Provinsi Jateng Hadi Prabowo, Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih, Ketua DPD Partai Golkar Jateng Wisnu Hardono, Ketua DPD PDIP Jateng Murdoko, Ketua DPW PPP Jateng Arief Mudatsir Mandan, politikus PAN Taufik Kurniawan, fungsionaris DPP PDIP Tjahjo Kumolo, sampai Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Soedarto P Hadi. (Kompas, 17 Juli 2012)

Siti Zuhro: Politik Pencitraan Itu Menyesatkan

18 Juli 2012


Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menegaskan unggulnya pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jokowi-Ahok pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta menunjukkan telah terjadi proses demokrasi di tengah masyarakat.

Ia menilai para kandidat cagub-cawagub mesti mengurangi melakukan politik pencitraan. karena gaya politik tersebut cenderung menyesatkan. Ia juga mengingatkan agar rakyat tidak tergoda dengan iming-iming pencitraan, karena masyarakat Jakarta menginginkan perubahan tanpa terpengaruh iklan, maupun uang.

"Masyarakat saat ini butuh pemimpin yang kembali ke konsep awal demokrasi, yaitu 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat'. Dan benar-benar pemimpin yang bisa memimpin, bukan pemimpin berdasarkan iklan maupun uang" ungkapnya pada diskusi "Pemimpin Iklan dan Uang Versus Pemimpin Rakyat" di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa (17/7).

Dikatakan, saat ini masyarakat tidak butuh pemimpin uang, pemimpin iklan, melainkan pemimpin rakyat. Dalam Pilkada, misalnya harus dikurangi dominan politik pencitraan, sebab hal itu menyesatkan dan jangan ada dusta terhadap publik.

Menurutnya, kampanye hitam yang berkembang di Pilkada tidak mendidik masyarakat. Diketahui tak jarang isu yang menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok yang bernuansa SARA, seperti etnis dan agama yang menyerang mereka.

Pilkada pun menyisakan kepada dua pasangan, yaitu Jokowi-Ahok dan Foke-Nara yang akan bertarung di putaran kedua nanti. Siti menyarankan para kandidat berani "menelanjangi" diri mereka sendiri sehingga tidak berkembang rumor yang negatif di masyarakat.   Hal ini guna menghindari kampanye hitam yang muncul dalam masa kampanye hingga pencoblosan.

"Kita harus menelanjangi pasangan cagub yang pentas. Maksudnya, dia harus menerangkan siapa sosok dirinya itu. Jadi tidak ada menerka-nerka. Kalau dia beragama Kristen dan beretnis Tionghoa, katakan saja, kenapa harus takut. Hal ini dilakukan supaya tidak ada dusta di antara mereka, dan supaya juga nggak ada dusta terhadap publik,” jelas Siti. (Suara Pembaruan, 17 Juli 2012)

Partai Islam dan Partai Islami

14 Juli 2012

Oleh: Ardi Winangun*
Tersinggung dengan sebuah survei yang menunjukan bahwa partai berhaluan Islam elektabilitasnya terus merosot hingga Pemilu 2014. Banyak faktor yang menyebutkan mengapa elektabilitasnya terus menurun, salah satu faktornya disebutkan, pemilih semakin sekuler di mana agama tidak lagi menjadi faktor utama yang mempengaruhi pilihan publik dalam pemilu.

Apa yang dilakukan oleh salah satu lembaga survei itu sebenarnya bukan hal yang baru. Partai-partai berhaluan Islam sudah sejak lama memprediksi hal itu dan segera menyusun strategi baru. Partai-partai Islam sudah merasa kalau hanya mengandalkan pemilih tradisional, dengan semakin tingginya angka parlement threshold, maka keberadaan partai-partai Islam akan segera hilang di parlemen.

Pengurus partai-partai Islam sudah banting stir untuk meluaskan cakupan pemilih. Misalnya, dalam sebuah kesempatan membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II dan Harlah XXXVII PPP (Partai Persatuan Pembangunan), di Medan, Sumatera Utara, Januari 2010, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mengatakan, isu keislaman tidak mampu mendongkrak dukungan bagi partai Islam. Ini bisa terjadi karena dikatakan, persoalan krusial yang menjadi perhatian utama masyarakat adalah keterjangkauan harga
kebutuhan pokok, bukan lagi pada isu ritual keagamaan.

Sementara partai-partai politik Islam, saat-saat ini, masih mengemukakan isu keislaman yang masih pada tataran simbol dan ritual keagamaan. Untuk itu Suryadharma Ali mengharap, PPP harus bisa mengartikulasikan gagasan yang lebih membumi dan menyentuh hajat hidup orang banyak.

Pun demikian, PKS saat menggelar Munas (Musyawarah Nasional) II PKS, Juni 2010, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, menyatakan dirinya menjadi partai yang transformatif, menumbuhkembangkan diri di internal maupun luar. PKS sudah saatnya masuk ke dalam wacana kebangsaan yang lebih menukik. Tidak ada lagi dikotomi antara Islam, nasionalisme, maupun sekularisme dalam pandangan PKS dan Pancasila sebagai konsensus tidak perlu lagi diperdebatkan. Untuk itu PKS ingin menjadi partai nasionalis religius.

Apa yang dikatakan PKS di tempat itu sebenarnya menjadi gong dari pernyataan-pernyataan sebelumnya. Pada Januari 2008, PKS mengadakan Mukernas di Bali. Mukernas yang diadakan di pulau di mana mayoritas penduduknya beragama Hindhu itu merupakan tindak lanjut dari apa yang pernah disampaikan oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring, saat itu, dalam Rapimnas PKS di Hotel Putri Gunung, lembang, Bandung, Jawa Barat, Agustus 2007, mengatakan partainya akan melakukan ekspansi terhadap kalangan nasionalis dan sekuler.

Kalau dibilang ceruk pemilih Islam semakin menurun sebenarnya tidak tepat, sebab beberapa partai yang berbasis nasionalis bahkan sekuler pun membentuk organ-organ yang hendak mewadahi kaum santri. Misalnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), untuk mewadahai kalangan santri mereka membentuk Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi). PDIP membentuk wadah yang demikian bukan hanya sekadar menunjukan bahwa kaum nasionalis juga agamis, namun juga melihat potensi dari kalangan santri, Muhmmadiyah dan NU, yang cukup melimpah.

Alasan elektabilitas partai yang berhaluan Islam semakin menurun terkait dengan semakin banyaknya ummat Islam mencoblos partai berhaluan nasionalis atau sekuler bukan sebuah ukuran masyarakat menjadi sekuler, namun ini sebuah gejala baru di tengah masyarakat kita sejak Orde Baru memberi ruang kepada ummat Islam. Dengan memberi ruang kepada ummat Islam, seperti diperbolehkannya memakai jilbab, adanya bank Islam, dan berdirinya ICMI, maka masyarakat semakin religius dan lebih islami.

Ketika Orde Baru memberi ruang kepada ummat Islam, maka simbolisasi agama bukan dimonopoli oleh golongan santri, namun kaum abangan dan priyayi pun menggunakan simbol-simbol yang biasanya digunakan kaum santri itu. Bila dahulu, jilbab digunakan hanya di pesantren, namun setelah Orde Baru memberi ruang kepada ummat Islam maka perempuan berjilbab bisa ditemui di sekolah, kampus, kantor, dan di setiap-setiap tempat yang ada. Demikian pula semakin banyak kaum abangan dan priyayi yang melakukan ibadah haji.

Gejala seperti ini merembes ke partai-partai nasionalis dan sekuler. Banyak kader-kader organisasi Islam, seperti HMI, PMII, Pemuda Muhammadiyah, GP Ansor, difasilitasi, masuk, dan direkrut ke dalam parta-partai politik berhaluan nasionalis dan sekuler, seperti Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, dan partai lainnya. Semakin banyaknya alumni-alumni organisasi Islam masuk ke dalam partai berhaluan nasionalis dan sekuler tentu mempengaruhi wajah dan gerak partai-partai itu.

Pengaruh dari banyaknya alumni organisasi Islam masuk ke partai-partai berhaluan nasionalis bahkan sekuler membuat kebijakan partai-partai itu tidak membahayakan eksistensi ummat Islam dalam menjalankan ibadah. Bahkan kebijakan-kebijakan partai-partai itu sejalan dengan kepentingan ummat Islam. Misalnya, Partai Golkar mendukung UU. Sisdiknas dan UU Antipornografi dan Antipornoaksi. Partai Demokrat pun demikian. Dalam beberapa hal, PDIP pun juga memperjuangkan kepentingan ummat Islam, seperti masalah ongkos naik haji agar lebih terjangkau dan transparan.

Dengan demikian, bila partai-partai Islam elektabilitasnya semakin menurun dalam Pemilu 2014, dan ancaman tak lolos dari parlement threshold, itu bukan menjadi masalah bagi ummat Islam, sebab seperti paparan di atas, dengan semakin banyaknya alumni organisasi Islam yang masuk dalam partai berhaluan nasionalis atau sekuler, membuat partai nasionalis atau sekuler menjadi islami. Dari waktu ke waktu akan semakin banyak ummat Islam yang menghiasi partai-partai berhaluan nasionalis dan sekuler, sehingga secara otomatis partai-partai itu akan lebih menjadi islami.

*Penulis adalah Pengamat Politik
(Sumber: Okezone, 13 Juli 2012)

Korupsi dan Lingkaran Partai Politik

12 Juli 2012


Korupsi dan Lingkaran Partai Politik
Oleh: Khaerudin

Saat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan institusinya tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Al Quran, banyak yang terenyak. Sesuatu yang suci pun dikorupsi di negeri ini. Belakangan, saat KPK menetapkan anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar, sebagai tersangka dalam kasus ini, efek kejutannya tidak sama lagi.

Korupsi pembahasan pengadaan Al Quran membuat kita terkejut. Namun, begitu mengetahui bahwa pelakunya diduga adalah anggota DPR, mereka yang tadinya kaget pun seperti sudah mafhum. Survei Transparency International Indonesia tahun 2009 menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia, sementara partai politik berada di urutan ketiga terkorup. Kondisi ini tak banyak berubah dalam tiga tahun terakhir.

Sejauh ini, lebih dari 40 anggota DPR yang dihukum karena korupsi. Jika benar-benar terbukti, Zulkarnaen mungkin akan menambah panjang daftar anggota DPR yang menjadi pesakitan karena korupsi.

Setahun terakhir kita seperti disuguhi pertunjukan tentang betapa korupnya anggota DPR di Indonesia. Dimulai ketika KPK membongkar kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang. Ketika itu, yang ditangkap memang seperti tidak ada kaitannya dengan anggota DPR atau partai politik. Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam tertangkap tangan oleh KPK saat menerima suap dari Direktur Marketing PT Duta Graha Indah dan anggota staf marketing Grup Permai.

Belakangan, melalui serangkaian penyidikan, KPK menemukan, Grup Permai sebenarnya dikendalikan  mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam persidangan dengan terdakwa Nazaruddin, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pun menyebutnya sebagai pengendali Grup Permai.

Persidangan Nazaruddin memberi gambaran jelas ada hubungan nyata antara aktivitas politik anggota DPR dan korupsi berbagai proyek pemerintah yang anggarannya dibahas di parlemen.

Grup Permai adalah entitas berbagai kelompok bisnis yang dipakai untuk mendapatkan proyek-proyek pemerintah lewat cara curang, seperti menyuap pemilik proyek. Grup Permai membawahi beberapa perusahaan. Anak perusahaan itulah yang bertugas mencari proyek pemerintah untuk dimenangkan tendernya. Setelah menang dan memperoleh proyek, mereka bisa mengerjakan sendiri atau menyerahkan ke perusahaan lain yang bersedia membayar fee. Fee itu kemudian disimpan di brankas milik Grup Permai.

Untuk bisa mendapat proyek, pegawai Grup Permai seperti Mindo Rosalina Manulang harus dekat dengan anggota DPR. Dengan Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu, tak sulit bagi Nazaruddin menginstruksikan anak buahnya seperti Mindo untuk berhubungan erat dengan anggota DPR yang membahas anggaran proyek.

Dalam kasus wisma atlet, Mindo mengaku bekerja sama dengan anggota Komisi X DPR dari Fraksi Demokrat, Angelina Sondakh. Angelina merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Pembahasan seluruh anggaran yang diajukan pemerintah yang melalui Banggar DPR membuat alat kelengkapan ini jadi tempat pertama korupsi direncanakan.

Kerja sama dengan anggota Banggar DPR menjadi kunci permainan korup ini. Dakwaan jaksa KPK terhadap Wa Ode Nurhayati dengan jelas menggambarkannya. Wa Ode adalah mantan anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Jaksa mendakwa Wa Ode menerima suap dari pengusaha Fadh Arafiq melalui Haris Andi Surahman.

Dalam dakwaan jaksa disebut, Fadh minta tolong Haris agar dicarikan anggota Banggar yang bisa mencairkan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) untuk tiga kabupaten, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Imbalannya, Wa Ode minta 6 persen dari total DPID untuk tiga kabupaten itu.

Dalam kasus korupsi pembahasan pengadaan Al Quran, sebagai anggota Banggar DPR sekaligus Komisi VIII, Zulkarnaen ikut mengarahkan perusahaan tertentu agar dimenangkan tendernya. Untuk perannya ini, Zulkarnaen diduga menerima suap miliaran rupiah. Zulkarnaen membantah terlibat kasus itu saat diperiksa Badan Kehormatan DPR. Namun, dia sudah dicopot dari Banggar DPR.

Secara sederhana, peran anggota Banggar DPR terlihat dari komisi tempatnya berasal. Zulkarnaen ada di Komisi VIII yang mitranya antara lain Kementerian Agama. Angelina yang tersangkut kasus wisma atlet dan 16 universitas negeri ada di Komisi X yang bermitra kerja dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun, ada juga yang bermain lintas komisi seperti Nazaruddin. Dia bisa seperti itu karena posisinya di struktur partai termasuk paling tinggi, yakni bendahara umum. Tampaknya siapa pun yang dipilih menjadi anggota Banggar DPR oleh fraksinya punya tugas sebagai penggalang dana (fundraiser) bagi partai. Rata-rata bendahara partai merupakan anggota Banggar DPR.

*Penulis adalah wartawan Kompas.

PPP Optimis Raih 7 Kursi pada Pemilu 2014

12 Juli 2012


Slawi – DPC PPP Kabupaten Tegal rupanya serius mempersiapkan diri menghadapi Pemilu 2014 yang akan datang. Terbukti dengan sudah dibukanya pendaftaran bakal calon anggota legislatif sejak 6 bulan lalu.

Ditemui di kantor partai pada Rabu siang (11/7), Masdar Helmi, Wakil Ketua DPC PPP bidang pemenangan pemilu, menyampaikan sejauh ini sudah ada 40 nama bakal calon anggota legislatif yang terdaftar. Dari nama-nama tersebut, hampir separuhnya adalah bakal calon yang sangat potensial sebagai pendulang suara bagi PPP di 6 daerah pemilihan (dapil, red.) yang ada di Kabupaten Tegal.

“Hasil verifikasi kami, di tiap dapil memiliki paling sedikit dua bakal calon yang sangat potensial. Tentu kami berharap calon-calon tersebut mampu mendulang suara sebanyak-banyaknya untuk kebesaran PPP”, papar Helmi.

Optimis Raih 7 Kursi
Sebagaimana diketahui, alokasi kursi DPRD Kabupaten Tegal pada pemilu 2009 sebanyak 50 kursi. Dimungkinkan jumlah ini tidak berubah pada pemilu 2014 nanti. Dari kursi sebanyak itu, PPP berhasil meraih 3 kursi pada pemilu 2009 kemarin. Turun 1 kursi dari pemilu 2004 yang berhasil meraih 4 kursi.

Ketika ditanyakan oleh wartawan PPP News tentang target perolehan kursi pada pemilu 2014 nanti, Masdar Helmi menyatakan bahwa forum Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) DPC PPP Kabupaten Tegal pada tahun 2011 yang lalu, telah menyepakati target kursi pada pemilu 2014 adalah 6 kursi dan merata di tiap dapil. Tapi setelah melihat perkembangan terkini, dirinya yakin PPP akan mampu meraih 7 kursi di DPRD.

“Saya optimis 7 kursi. Forum Muskercab telah targetkan 6 kursi, tapi setelah melihat perkembangan sekarang, saya sangat optimis meraih 7 kursi dan merata di tiap dapil. Saya sangat optimis”, ujarnya mantap.

Dilanjutkan olehnya, rasa optimisnya itu bukan sebuah omong kosong. Tapi benar-benar berdasarkan data dan fakta yang ada. Yaitu, disamping banyak calon legislatif potensial yang mendaftar di PPP, juga karena DPC PPP Kabupaten Tegal sudah mempersiapkan secara matang. Belum lagi, katanya, pada tahun 2013 nanti, DPC PPP Kabupaten Tegal akan melaksanakan beberapa program unggulan khusus untuk menunjang sukses PPP pemilu 2014. (PPP News, 12 Juli 2012)

Pilgub Jateng 2013: PPP Lirik Mulhim Asyrof

12 Juli 2012


Semarang - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Tengah mulai melirik Mantan Pangdam IV Diponegoro Mulhim Asyrof untuk dijagokan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2013 mendatang. Ashrof dinilai memiliki kemampuan dan kecakapan untuk memimpin Jawa Tengah.

Penyataan itu disampaikan Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Tengah, yang juga wakil ketua DPW PPP Jawa Tengah, Istajib AS, melalui sambungan telpon, Kamis (12/7). “Dia (Mulhim Asyrof) figur yang bagus dan memiliki kemampuan dan kecakapan, cocok untuk memimpin Jawa Tengah,” ungkapnya.

Anggota Komisi B ini juga mengatakan akan segera melakukan komunikasi politik dengan Mulhim Asyrof. Mengingat sampai saat ini yang bersangkutan belum melakukan pendekatan ke PPP. Menurut Istajib, PPP terbuka bagi siapa saja yang berniat mencalonkan diri.

Lebih lanjut Istajib menjelaskan, proses penjaringan bakal calon gubernur  akan dilakukan PPP Jawa Tengah sehabis iedul Fitri mendatang. Namun demikian beberapa nama sudah mulai diinventarisir untuk ditimbang timbang sebagai calon gubernur. Nama nama tersebut antara lain Bibit Waluyo, Hadi Prabowo, Rustriningsih, Arif Mudatsir Mandan, Wisnu Suhardono, Kukrit Suryo Wicaksono, Sudharto PH, Diah Anggraeni, M Adnan dan Mulhim Ashyrof.

Munculnya Mulhim Ashyrof sempat menjadi trending topic karena sebelumnya dirinya sempat melakukan sosialisasi ‘kecil-kecilan’ dengan memasang foto diri di baliho iklan di beberapa daerah di Jateng. Namun langkahnya itu akhirnya terhambat setelah Gubernur Bibit Waluyo mengetahui dan memintanya untuk tidak terjun ke dunia politik. Beberapa kalangan menilai upaya Bibit itu hanyalah untuk ‘menghabisi’ calon lawan kuat dalam pilgub semata. (Berita21, 12 Juli 2012)
Pages (16) 10111213141516
Baca lainnya »
 

© Copyright 2008-2013 DPC PPP Kabupaten Tegal | Design by Eko Mahendra Ridho | Powered by Blogger.com.